PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) terbukti mampu terus bertumbuh di tengah upaya membangkitkan usaha Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) akibat tekanan ekonomi sebagai dampak pandemi Covid-19. Direktur Utama Sunarso menyebut, menyelamatkan dan membantu UMKM memang menjadi fokus BRI saat ini.
"Berbeda dengan krisis sebelumnya, krisis kali ini berdampak ke seluruh lapisan masyarakat terutama kepada pelaku UMKM akibat adanya pembatasan pembatasan yang dilakukan. Sejak awal pandemi terjadi, kami telah berkomitmen untuk fokus melakukan upaya penyelamatan dan membantu kebangkitan UMKM," kata Sunarso dalam konferensi pers kinerja keuangan BRI Triwulan II 2020 yang digelar secara virtual di Jakarta, Rabu (19/8).
Upaya masif yang diambil BRI untuk membantu UMKM tetap bertahan antara lain lewat restrukturisasi kredit dan akselerasi aktivitas ekonomi pelaku UMKM. Hingga 31 Juli 2020, BRI melakukan restrukturisasi pinjaman senilai Rp183,7 triliun kepada 2,9 juta debitur, dan hingga akhir Juni 2020, penyaluran kredit secara konsolidasian tercatat sebesar Rp922,7 triliun atau tumbuh 5,23 persen year-on-year.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Capaian ini disebut Sunarso lebih tinggi dari pertumbuhan kredit industri perbankan pada Juni 2020 sebesar 1,49 persen yoy.
"Dari total pinjaman tersebut, sebesar 78,58 persen di antaranya atau senilai Rp725,27 triliun disalurkan ke segmen UMKM. Perseroan menargetkan 80 persen portofolio pinjaman BRI di tahun 2022 merupakan pinjaman yang disalurkan ke segmen UMKM," ujar Sunarso.
Memasuki semester II tahun 2020, restrukturisasi kredit di bulan Juni dan Juli lebih landai dibandingkan periode April dan Mei lalu. Restrukturisasi yang gencar dilakukan bersamaan dengan penyaluran kredit yang selektif membuat NPL BRI konsolidasian terjaga di angka 3,13 persen dengan NPL Coverage 187,73 persen pada akhir Juni 2020.
"Bagi kami, pertumbuhan yang sustainable dalam jangka panjang merupakan hal utama, oleh karenanya kami berjibaku untuk memastikan debitur UMKM BRI bertahan karena menjadi sumber penggerak pertumbuhan ekonomi di Indonesia serta tumpuan bisnis BRI di masa depan," ungkap Sunarso.
Sementara dari segi liabilities, BRI berhasil menumbuhkan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada akhir Juni senilai Rp1.072,50 triliun, tumbuh 13,49 persen yoy, di mana pencapaian ini tercatat lebih tinggi dari penghimpunan DPK industri perbankan di bulan yang sama sebesar 7,95 persen yoy. Sunarso menjelaskan, DPK BRI didominasi oleh dana murah (CASA) sebesar 55,81 persen.
Di sisi lain, pandemi ternyata mendorong peningkatan transaksi digital di BRI sehingga mendongkrak pencapaian pendapatan berbasis komisi. Hingga akhir semester I 2020, pendapatan berbasis komisi BRI tercatat sebesar Rp7,46 triliun atau tumbuh 18,50 persen yoy. Selain itu, BRI juga berhasil menjaga loan to deposit ratio (LDR) secara ideal di angka 86,06 persen atau lebih rendah dari LDR BRI di akhir Juni 2019 sebesar 92,81 persen. Hal yang sama terjadi pada permodalan BRI yang terjaga optimal dengan CAR 20,15 persen.
Sunarso melanjutkan, "Strategi yang telah diterapkan perusahaan untuk tetap tumbuh di tengah pandemi membuahkan hasil yang positif. Hingga akhir Juni 2020, perseroan mampu mencatatkan laba konsolidasian sebesar Rp10,20 triliun dengan aset konsolidasian mencapai Rp1.387,76 triliun atau tumbuh 7,73 persen yoy."
Menurut Sunarso, krisis yang terjadi ini menjadi akselerator transformasi yang dilakukan BRI sejak 2016 lalu, sekaligus sebagai upaya untuk menjaga keberlangsungan UMKM dengan membawa misi membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
"Meningkatkan produktivitas UMKM artinya sama dengan meningkatkan penyerapan tenaga kerja karena UMKM merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia," kata Sunarso.
(rea)