Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyatakan harga tes untuk mendeteksi virus corona dengan teknologi laser dan kecerdasan buatan (artificial intelligence) jauh lebih murah dari rapid test yang mencapai puluhan ribu ruiah. Ia bilang sekali rapid test paling murah sekitar Rp80 ribu.
Erick menjelaskan harga mesin pendeteksi tersebut sekitar US$4.000. Jika dikonversi ke rupiah dengan kurs Rp14.600 per dolar AS, artinya harganya sebesar Rp58,4 juta.
"Tentu diluar per tes. Untuk per tes ada biaya tambahan tapi tidak mahal. Harganya mungkin hanya beberapa ribu perak," ucap Erick dalam video conference, Kamis (27/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan tes menggunakan laser ini akurasinya lebih tinggi dari rapid test, yakni mencapai 90 persen. Namun, tes tersebut tak bisa disebut dengan polymerase chain reaction (PCR) test.
"Mirip rapid test, tapi akurasinya lebih tinggi. Tapi apakah masuk kategori PCR test, tidak. Tetap rapid test," ujar Erick.
Saat ini, Indonesia melalui PT Kimia Farma (Persero) Tbk sedang bekerja sama dengan salah satu perusahaan teknologi kesehatan milik UEA, yakni G24. Erick bersama Menteri Luar Negeri Retno Marsudi baru saja melakukan pertemuan dengan perusahaan tersebut.
"Ini sedang dijajaki, saya rasa kepentingan hal seperti ini harus diprioritaskan untuk masyarakat yang sangat membutuhkan. Kami harus menjaga ekonomi, jangan jadi (semua) mahal," tutur Erick.
Ia bilang mesin pendeteksi virus corona dengan laser sudah digunakan di Abu Dhabi. Negara itu sudah memasang 46 mesin pendeteksi virus corona dengan laser.
"Perjalanan Dubai ke Abu Dhabi sudah memasang 46 mesin, jadi semua yang masuk ke Abu Dhabi dari Dubai harus masuk pakai mesin," jelas Erick.
(aud/sfr)