Pemerintah akan menggabungkan bea meterai Rp3.000 dan Rp6.000 menjadi satu tarif meterai, yaitu Rp10 ribu per lembar. Tarif baru meterai ini akan berlaku untuk seluruh transaksi dengan nominal di atas Rp5 juta mulai 1 Januari 2021 mendatang.
Namun, dalam rancangan UU Bea Meterai yang diperoleh CNNIndonesia.com, dikutip Jumat (4/9), sejumlah dokumen mendapat fasilitas pembebasan dari pengenaan bea meterai.
Pasal 22 ayat 1 huruf a menyebut dokumen yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka proses penanganan dan pemulihan kondisi sosial ekonomi suatu daerah akibat bencana alam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, huruf b pasal yang sama juga membebaskan bea meterai atas kegiatan keagamaan dan/atau sosial yang tidak bersifat komersial.
Menteri Keuangan Sri Mulyani membenarkan bahwa terdapat ketentuan baru dalam rancangan UU Bea Meterai. Salah satunya, membebaskan ketentuan penggunaan meterai untuk penanganan bencana alam dan kegiatan keagamaan dan sosial.
Hal tersebut juga dilakukan dalam rangka mendukung perjanjian internasional. "Penyempurnaan administrasi pemungutan bea meterai diharapkan memberi kepastian hukum," imbuh dia, dikutip dari Antara, Kamis (3/9).
Mengutip dokumen rancangan UU Bea Meterai Pasal 3 ayat 2 huruf g menyebut: Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp5 juta yang: 1. menyebutkan penerimaan uang; atau 2. berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan.
Kebijakan tersebut akan berlaku mulai 1 Januari 2021 mendatang. "UU ini tidak berlaku secara langsung pada saat diundangkan," terang Ani.
Ketentuan baru bahwa biaya dokumen Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di bawah Rp5 juta tidak perlu menggunakan meterai.
"Ini adalah salah satu bentuk keberpihakan. Ini kenaikan dari yang tadinya dokumen di atas Rp1 juta harus berbiaya meterai," jelasnya.