Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mencatat sekitar 1.600 restoran tutup sejak tahun lalu sampai awal tahun ini karena kondisi ekonomi dan keuangan tertekan selama pandemi virus corona. Seluruh restoran yang tutup itu ada di DKI Jakarta saja, belum termasuk daerah lain.
"Saya kira sampai 1.600 restoran sampai Januari, Februari ini, apalagi ini (Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat/PPKM) diperpanjang, itu perkiraan kami," ungkap Wakil Ketua PHRI Bidang Restoran Emil Arifin saat konferensi pers virtual dengan awak media, Senin (18/1).
Emil merinci jumlah itu terdiri dari 1.030 restoran yang tutup permanen, 400 restoran yang tutup sementara, dan sisanya yang masuk perkiraan. Menurutnya, restoran pada akhirnya melakukan penutupan karena kondisi ekonomi masih penuh ketidakpastian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Permanen atau tidaknya itu tergantung pada ketidakpastian, kalau masih tidak pasti mungkin lebih baik tutup permanen," ujarnya.
Selain ketidakpastian, pertimbangan penutupan juga berasal dari perhitungan mampu atau tidak restoran membayar uang sewa kepada mal atau ruko. Bahkan, sekalipun mendapat diskon harga sewa, terkadang ada saja restoran yang tetap tidak bisa melunasi, sehingga lebih memilih untuk tutup.
Pertimbangan lain adalah lancar atau tidaknya arus kas. Hal ini didukung dengan ada atau tidaknya aliran dana dari investor.
"Mereka mungkin bisa buka kalau ada tambahan modal dari investor baru atau perbankan, kalau tidak ya mereka tutup permanen, atau tutup sementara," jelasnya.
Lebih lanjut, penutupan ini tentu akan memberi dampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan. Saat ini, katanya, sudah ada PHK tersebut, namun belum diketahui angkanya.
"Akibatnya PHK akan lebih banyak (ke depan)," imbuhnya.
Dari PHK yang terjadi saat ini saja, Emil mengatakan sudah banyak karyawan restoran yang pada akhirnya harus bekerja serabutan. Misalnya, menjadi pedagang kaki lima dan lainnya.
"Saat ini ada teman-teman yang bekerja serabutan, jualan nasi goreng di daerah, di dekat lampu merah. Untuk bertahan hidup mereka bekerja serabutan dan tidak pasti," tuturnya.
Masalahnya, tak semua usaha karyawan membuahkan hasil. Ia mengungkapkan ada juga karyawan yang tidak berhasil sehingga harus mencari pinjaman ke sana-sini, termasuk pinjaman rentenir berkedok koperasi.
"Bahkan ada yang pinjam uang yang kedoknya koperasi tapi rentenir yang bayarnya Rp500 ribu per minggu jadi sudah hilang motor, padahal buat modal buka warung, dan mereka tidak semua dapat bansos, Kartu Prakerja, jadi itu mereka-mereka yang perlu diperhatikan," katanya.
Atas kondisi ini, Emil berharap pemerintah mau mengevaluasi kebijakan PPKM yang saat ini tengah diterapkan. Harapannya, kebijakan ini tidak diperpanjang setelah masa penerapan selesai pada 25 Januari mendatang.
Ia juga meminta agar restoran boleh beroperasi hingga pukul 21.00 lagi, tak seperti saat ini hanya sampai pukul 19.00. Pasalnya, kebijakan saat ini menghilangkan potensi pendapatan utama restoran, yaitu pada jam makan malam yang mulai pukul 19.00 ke atas.
Selain itu, ia juga meminta agar restoran boleh makan di tempat alias dine in mencapai 50 persen dari kapasitas tempat. Ia juga meminta agar pemerintah menanggung gaji pegawai hotel.
"Sebaiknya pemerintah membayar UMP tenaga kerja yang dipekerjakan secara penuh dan memberikan bantuan dana hibah untuk mengurangi kerugian pengusaha restoran, hotel, retail dan mal, di mana penyalurannya dari pemerintah melalui perusahaan," pungkasnya.