Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) mengungkapkan rencana pembelian mobil baru usai pemberian insentif Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) masih minim.
Direktur Lembaga Survei KedaiKOPI Latifani Halim mengatakan hasil survei lembaganya mencatat hanya enam dari 800 responden yang mengatakan akan membeli mobil pada periode relaksasi pajak tersebut, Maret hingga Desember 2021.
Ia menuturkan survei tersebut menanyakan kepada 800 responden dengan relaksasi PPnBM apakah mau membeli mobil. Selanjutnya, mayoritas responden, 95,4 persen menjawab tidak dan 4,6 persen menjawab mau membeli mobil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:'Orang Terkaya' Baru RI versi Sri Mulyani |
Lalu, dari responden yang menjawab mau membeli mobil tersebut, kembali diberikan pertanyaan, apakah akan membeli mobil selama periode relaksasi PPnBM. Hasilnya, cuma 0,8 persen atau sekitar 6 responden menjawab akan membeli mobil, sedangkan 99,2 persen mengaku tidak akan membeli mobil.
"Hanya 6 dari responden yang menjawab akan membeli mobil," ujarnya dalam diskusi bertajuk PPnBM Bebas: Siapa Diuntungkan?, Jumat (12/3).
Sementara itu, mayoritas responden tersebut berencana membeli mobil pada periode September-Desember, sebanyak 66,7 persen. Disusul, rencana pembelian pada Juni-Agustus sebanyak 33,3 persen dan tidak ada responden yang berencana membeli mobil pada Maret-April, meskipun PPnBM sepenuhnya ditanggung pemerintah.
Namun, mayoritas responden atau sebanyak 77,6 persen mengaku setuju dengan pemberian insentif PPnBM tersebut. Cuma 4,6 persen yang mengaku tidak setuju dan 17,8 persen lainnya mengaku tidak tahu.
Menariknya, lebih banyak responden atau 59,1 persen yang mengusulkan agar insentif pajak juga dikucurkan untuk kendaraan roda dua.
"Mereka setuju untuk relaksasi PPnBM ini, cuma untuk ketertarikan membeli mobil mungkin belum," tuturnya.
Survei tersebut dilakukan kepada 800 responden di Jabodetabek, Surabaya, Bandung, Medan, dan Makassar. Pertanyaan diberikan dengan metode telesurvei selama 1-5 Maret 2021.
Mayoritas responden berusia 25-40 tahun dengan kelas ekonomi SES AB, atau pengeluaran lebih dari Rp3 juta per bulan.
Lihat juga:Holding BUMN Farmasi Buka Lowongan Kerja |
Menanggapi hasil riset tersebut, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal Sektoral Candra Fajri Ananda memperkirakan dampak kebijakan tersebut berbeda di masing-masing kota. Pasalnya, Guru Besar FEB Universitas Brawijaya menilai sudah ada dampak insentif PPnBM di Kota Malang.
Meskipun, kata dia, saat ini pemerintah masih melakukan kajian terhadap dampak pemberian insentif PPnBM di sejumlah kota.
"Artinya, mungkin kota dan kota lainnya gambaran beda karena Malang kota wisata. Jadi, perlu survei yang lebih komprehensif mungkin, kalau tadi saya lihat kan di Surabaya, Medan itu kota-kota besar semua dengan populas padat tapi bukan destinasi wisata, itu mungkin perlu dipertimbangkan," ucapnya.
Ia menjelaskan alasan pemerintah memberikan insentif pada sektor otomotif lantaran sektor ini memiliki dampak pengganda (multiplier effect) cukup besar kepada sektor lainnya. Harapannya, pertumbuhan permintaan lewat diskon pajak mobil bisa mendorong sektor yang bersinggungan dengan otomotif lainnya.
"Kalau kita tidak berhasil pulihkan sektor otomotif ini, pemulihan ekonomi kita agak berat kalau hanya dari sektor pertanian yang penciptaan lapangan kerja juga terbatas, maka kami harapannya sebenarnya dari sektor industri dalam hal ini otomotif," jelasnya.
Namun, ia menyadari ada dua dampak negatif dari pemberian keringanan tersebut. Pertama, penurunan pendapatan negara lebih dari Rp2 triliun dan kedua berpotensi mengurangi penjualan mobil bekas.
Akan tetapi, ia berharap masyarakat juga melihat sisi positif dari potongan pajak tersebut. Pemerintah menargetkan dengan kenaikan konsumsi yang dipicu oleh tambahan permintaan di sektor otomotif, maka pertumbuhan ekonomi bisa positif pada kuartal I 2021.
"Secara singkat kenapa pemerintah melakukan ini, yakni untuk dorong ekonomi supaya konsumsi jalan dan industri ini kunci transformasi ekonomi, kalau ini mandek tidak bagus untuk ekonomi Indonesia jangka menengah dan panjang," tuturnya.
Untuk diketahui, pemerintah akan membebaskan pembayaran PPnBM 100 persen pada Maret sampai Mei 2021. Lalu, relaksasi PPnBM pada Juni sampai Agustus 2021 dikurangi menjadi 50 persen. Kemudian, insentif untuk periode September sampai Desember 2021 berkurang menjadi hanya 25 persen.
(ulf/sfr)