Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan pekan lalu tumbuh 1,59 persen dari posisi 6.258 menjadi 6.358. Sementara, pelaku asing mencatatkan penjualan bersih (net sell) senilai Rp2,37 triliun.
Direktur Mega Investama Hans Kwee menyebut sentimen positif paket stimulus fiskal Amerika Serikas (AS) masih akan menjadi sentimen pendongkrak indeks di awal pekan.
Dia menilai penandatanganan Undang-undang stimulus senilai US$1,9 triliun ini tetap ampuh dalam menggairahkan pasar keuangan, tak terkecuali pasar modal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk diketahui, US$400 miliar dari total paket stimulus akan dialokasikan untuk menopang konsumsi masyarakat AS lewat transfer tunai senilai US$1.400 kepada sebagian besar orang Amerika.
Sementara US$350 miliar akan diberikan dalam bentuk bantuan kepada pemerintah negara bagian dan lokal guna memperluas kredit pajak anak. Lalu, sekitar US$20 juta digunakan untuk meningkatkan pendanaan distribusi vaksin covid-19.
"Paket ini menjadi sentimen positif bagi pasar keuangan di awal pekan tetapi stimulus juga berpotensi mendorong yield obligasi pemerintah AS bergerak naik," kata Hans, Senin (15/3).
Sayangnya, momentum penguatan juga diikuti dengan naiknya yield atau imbal hasil dari obligasi 10 tahun AS. Kenaikan yield yang mencapai level tertingginya sejak Februari 2020, yakni 1,64 persen, mendorong investor untuk melepas kepemilikan di pasar modal.
Jika yield obligasi AS kembali naik di pekan ini, Hans memprediksikan IHSG bakal tertekan dengan rentang support di level 6.225-6.043 dan resistance di level 6.394-6.500.
"Kenaikan suku bunga yang tajam dapat memberikan tekanan yang besar pada saham-saham teknologi dengan pertumbuhan tinggi karena mengurangi potensi keuntungan di masa depan," imbuhnya.
Investor, lanjutnya, diperkirakan memburu saham siklus (cyclical) atau saham-saham yang bertumbuh seiring dengan ekspansi ekonomi dan tertekan selama resesi.
Di sisi lain, tekanan jual masih akan terjadi terhadap emiten sektor teknologi yang mengandalkan pertumbuhan dengan menggunakan pinjaman berbunga rendah mengingat kenaikan yield obligasi berpeluang mendorong biaya pinjaman.
Hans mengatakan rotasi sektor saham-saham favorit investor bakal terjadi dalam beberapa bulan ke depan dengan mengandalkan sentimen jangka pendek seiring dengan perubahan yield obligasi.
Menurut Hans, salah satu sektor cyclical yang berpotensi menguat adalah sektor konstruksi. Ia memilih saham PT Adhi Karya (Persero) Tbk atau ADHI dan PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP).
Hans menyarankan mengakumulasi ADHI di rentang 1.255 sampai 1.325 dengan target hingga 1.505. Namun, ia menyarankan jual jika saham turun di bawah level 1.230.
"WSBP berpeluang menguat, area akumulasi di level 240 sampai 254. Area cut loss bila turun di bawah level 235 dan target penguatan ke level 260 sampai 272," katanya.
Sepaham, Analis dari Mirae Asset Sekuritas Indonesia Hariyanto Wijaya melihat investor cenderung melirik saham-saham cyclical dan meninggalkan saham defensive tahun ini, seiring dengan membaiknya perekonomian dunia.
Selain stimulus Biden, Hariyanto menyebut program vaksinasi juga menjadi faktor utama pemulihan ekonomi.
Dia menyebut mulai berputarnya ekonomi tercermin dari survei mandiri awal Maret yang dilakukan oleh Mirae. Di pusat perbelanjaan, khususnya dengan target konsumen level menengah ke atas, jumlah pengunjung hampir menyamai level sebelum covid.
"Seiring dengan melandainya kasus harian covid-19 di Indonesia di bawah 10 ribu sejak akhir Februari 2021, keyakinan masyakat dalam beraktivitas tampaknya mulai pulih, khususnya ke pusat perbelanjaan dan farmasi, juga tempat berekreasi," jelasnya.
Ia 'menjagokan' saham sektor perbankan dengan pilihan empat bank besar yaitu BBCA, BBNI, BBRI, dan BBTN.
Selain itu, ia menyebut Mirae juga memasukkan saham ANTM, HEAL, LINK, dan SIMP dalam portofolio bulan ini.
"Pilihan teratas kami adalah sektor perbankan, pertambangan nikel, kesehatan, layanan komunikasi, dan sektor agribisnis," tandasnya.