Stafsus Erick: Tidak Ada Permintaan Kursi Komisaris dari MUI

CNN Indonesia
Minggu, 21 Mar 2021 15:47 WIB
Stafsus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyatakan tidak pernah menerima permintaan MUI untuk mengisi kursi komisaris di BUMN.
Stafsus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyatakan tidak pernah menerima permintaan MUI untuk mengisi kursi komisaris di BUMN. (CNN Indonesia/ Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia --

Staf Khusus (Stafsus) Menteri BUMN Arya Sinulingga menegaskan tidak ada permintaan jatah komisaris BUMN dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Pernyataan tersebut menepis kabar yang menyatakan bahwa MUI meminta posisi komisaris pelat merah kepada pemerintah berkaitan dengan pemberian fatwa halal vaksin covid-19 AstraZeneca.

"Sehubungan dengan salah satu berita di sosial media, yang kami lihat di salah satu media yang mengatakan bahwa MUI meminta posisi komisaris BUMN, perlu kami sampaikan bahwa kami di Kementerian BUMN sampai hari ini tidak pernah ada permintaan komisaris untuk MUI ataupun pejabat-pejabat di MUI," ujarnya kepada media melalui pesan WhatsApp, Minggu (21/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menegaskan tidak ada kaitan antara vaksin AstraZeneca, MUI, dan Kementerian BUMN. Seperti diketahui, MUI memiliki tanggung jawab untuk menilai kehalalan sebuah vaksin covid-19, termasuk AstraZeneca.

"Jadi bagi kami ini, apalagi berhubungan dengan vaksin AstraZeneca, sama sekali tidak ada hubungannya," ujarnya.

Sebelumnya, Komisi Fatwa MUI menyatakan vaksin asal perusahaan farmasi Inggris itu haram sebab mengandung unsur babi dalam pembuatannya. Namun, MUI tetap memberikan lampu hijau penggunaan AstraZeneca, mengingat vaksin dinilai merupakan salah satu upaya mengendalikan pandemi virus corona.

"Intinya vaksin AstraZeneca mengandung unsur vaksin dari babi, sehingga hukumnya haram. Namun demikian boleh digunakan karena dalam kondisi darurat untuk mencegah bahaya pandemi Covid-19," jelas Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin Abdul Fatah saat dihubungi CNNIndonesia.com.

Terpisah, Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Ni'am Sholeh memaparkan lima pertimbangan mengizinkan vaksinasi covid-19 menggunakan AstraZeneca meskipun vaksin tersebut haram karena mengandung babi.

Pertama, vaksin AstraZeneca boleh digunakan karena saat ini sedang dalam keadaan mendesak berkaitan dengan ancaman penularan virus corona di Indonesia.

Kedua, ada keterangan ahli yang kompeten dan terpercaya tentang bahaya covid-19 sehingga langkah pencegahan menggunakan vaksin dibutuhkan.

Ketiga, penggunaan vaksin AstraZeneca diperbolehkan karena ketersediaan vaksin covid-19 yang halal dan suci masih terbatas jumlahnya. Sementara Indonesia masih berupaya menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity) untuk dapat keluar dari pandemi covid-19.

Keempat, ada jaminan keamanan penggunaannya vaksin AstraZeneca dari pemerintah, dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sehingga vaksin AstraZeneca dapat terjamin keamanannya.

Kelima, MUI tetap memperbolehkan vaksin AstraZeneca karena pemerintah tidak memiliki keleluasaan memilih jenis-jenis vaksin covid-19 yang akan digunakan.

Namun Asroun menegaskan, jika kelima poin tersebut hilang atau terpenuhi, maka vaksin AstraZeneca tidak diperbolehkan digunakan karena hukumnya haram.

"Pemerintah wajib terus ikhtiar memberikan vaksin covid-19 yang halal dan suci," jelasnya.

[Gambas:Video CNN]

Sementara itu,  AstraZeneca Indonesia menyatakan vaksin buatannya tidak mengandung babi dan hewan lain dalam proses pembuatannya. Pernyataan itu sekaligus membantah kabar yang menyebut vaksin AstraZeneca mengandung babi.

"Semua tahapan proses produksi vaksin ini tidak menggunakan dan bersentuhan dengan produk turunan babi atau produk hewani lainnya," demikian pernyataan AstraZeneca dalam keterangan tertulis terpisah.

Dalam pernyataan itu, vaksin AstraZeneca, disebut merupakan vaksin vektor virus yang tidak mengandung produk yang berasal dari hewan, sebagaimana yang telah dikonfirmasi Badan Otoritas Produk Obat dan Kesehatan Inggris.

(ulf/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER