Menaker Ubah Aturan Bayar JKK dan JKM Sektor Konstruksi

CNN Indonesia
Senin, 12 Apr 2021 19:05 WIB
Menaker Ida mengubah ketentuan pembayaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) sektor konstruksi lewat Permenaker Nomor 5 Tahun 2021.
Menaker Ida mengubah ketentuan pembayaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) sektor konstruksi melalui Permenaker Nomor 5 Tahun 2021. Ilustrasi. (Dok. Kemnaker).
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengubah ketentuan pembayaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) sektor konstruksi. Ini tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program JKK, JKM, dan Jaminan Hari Tua (JHT).

Dalam aturan itu disebutkan pekerja jasa konstruksi meliputi pekerja harian lepas, pekerja borongan, dan pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

"Setiap pemberi kerja jasa konstruksi wajib mendaftarkan pekerjanya dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan program Jaminan Kematian (JKM) kepada BPJS Ketenagakerjaan," bunyi pasal 66 aturan itu dikutip Senin (12/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selanjutnya, Pasal 71 mengatur mengenai pembayaran iuran JKK dan JKM. Pertama, iuran JKK untuk pekerja jasa konstruksi yang komponen upahnya tercantum dan diketahui, ditetapkan sebesar 1,74 persen dari upah sebulan.

Kedua, iuran JKM untuk pekerja jasa konstruksi yang komponen upahnya tercantum dan diketahui, ditetapkan sebesar 0,30 persen dari upah sebulan. Sementara itu, iuran JKK dan JKM untuk pekerja jasa konstruksi yang komponen upahnya tidak tercantum atau tidak diketahui, dihitung berdasarkan nilai kontrak kerja konstruksi.

"Nilai kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud merupakan nilai kontrak kerja konstruksi yang telah dikurangi pajak pertambahan nilai," bunyi aturan itu.

Lalu, Pasal 72 mengatur bahwa pemberi kerja jasa konstruksi wajib membayar iuran kepada BPJS Ketenagakerjaan secara sekaligus atau secara bertahap.

Tahapan pembayaran iuran tersebut meliputi tiga tahap. Pertama, sebesar 50 persen dari total Iuran yang harus dibayar oleh pemberi kerja jasa konstruksi. Kedua dan ketiga masing-masing 25 persen dari total iuran.

Sementara itu, pemberi kerja jasa konstruksi yang memiliki jangka waktu kontrak lebih dari dua tahun bisa mencicil dengan tahapan yang berbeda.

Pertama, sebesar 20 persen dari total iuran. Kedua dan ketiga masing-masing 30 persen dari total iuran. Lalu, tahap keempat sebesar 20 persen dari total iuran.

Sebelumnya, iuran JKK dan JKM diatur dalam Permenaker Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JKK dan JKM bagi Pekerja Harian Lepas, Borongan dan PKWT pada Sektor Usaha Jasa Konstruksi.

Dalam aturan tersebut, disebutkan apabila upah pekerja tercantum dan diketahui maka iuran JKK ditetapkan sebesar 1,74 persen. Namun, aturan tersebut tidak menyebutkan besaran pembayaran JKM pekerja sektor konstruksi.

Selanjutnya, apabila komponen upah pekerja tidak diketahui maka besaran iuran JKK berdasarkan nilai kontrak. Sejatinya, ini masih serupa dengan aturan anyar. Bedanya adalah aturan lama merincikan besaran iuran untuk masing-masing nilai kontrak.

Pertama, nilai kontrak Rp100 juta maka iuran JKK sebesar 0,21 persen dari nilai kontrak.

Kedua, nilai kontrak di atas Rp100 juta - Rp500 juta, maka iuran JKK sebesar nilai iuran pertama, ditambah dengan 0,17 persen dari selisih nilai, yakni kontrak kerja konstruksi setelah dikurangi Rp100 juta.

[Gambas:Video CNN]

Ketiga, nilai kontrak di atas Rp500 juta-Rp1 miliar maka iuran JKK sebesar nilai iuran kedua ditambah dengan 0,13 persen dari selisih nilai, yakni nilai kontrak kerja konstruksi setelah dikurangi Rp500 juta.

Keempat, nilai kontrak di atas Rp1 miliar-Rp5 miliar maka iuran JKK sebesar nilai iuran ketiga ditambah dengan 0,11 persen dari selisih nilai, yakni nilai kontrak kerja konstruksi setelah dikurangi Rp1 miliar.

Kelima, nilai kontrak di atas Rp5 miliar, maka iuran JKK sebesar nilai iuran keempat ditambah dengan 0,09 persen dari selisih nilai, yakni nilai kontrak kerja konstruksi setelah dikurangi Rp5 miliar.

(ulf/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER