Faisal Basri Soroti Bea Masuk 0 Persen Rokok China ke RI

CNN Indonesia
Kamis, 02 Sep 2021 19:15 WIB
Ekonom Faisal Basri menyoroti kebijakan bea masuk nol persen untuk impor rokok dari China dan negara-negara ASEAN.
Ekonom Faisal Basri menyoroti kebijakan bea masuk nol persen untuk impor rokok dari China dan negara-negara ASEAN. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Andry Novelino).
Jakarta, CNN Indonesia --

Ekonom Senior Faisal Basri menyoroti kebijakan bea masuk nol persen untuk impor rokok dari China dan negara-negara ASEAN. Ia menyayangkan Pemerintah RI yang memasukkan tembakau rokok dalam daftar barang ASEAN-China Free Trade Area.

Keputusan tersebut, menurut Faisal, membuat rokok asal negara ASEAN dan China bebas masuk ke RI dengan harga murah. Ironis, mengingat pemerintah berjanji menekan tingkat prevalensi merokok di masyarakat.

Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 26/PMK.010/2017 Tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka Asean-China Free Trade Area, di mana tembakau rokok ada dalam daftar bea masuk 0 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kebijakan nol persen bea masuk rokok ini, lanjut dia, tak diterapkan oleh mayoritas negara ASEAN lainnya. Tengok saja, Myanmar yang masih menetapkan tarif masuk 120 persen dari CIF (cost, insurance, and tax) dan Malaysia mengenakan bea masuk 20 sen ringgit Malaysia per batang.

"Kalau Indonesia ini bebas. Jadi, rokok China masuk Indonesia nol persen. Nah itu kalau bisa disegerakan lah karena rokok ini regulated jangan dimasukkan dalam skema perdagangan bebas," ujarnya pada webinar Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), Kamis (2/9).

Di sisi lain, Faisal juga menyoroti rokok sebagai salah satu faktor penyumbang kemiskinan di masyarakat. Berdasarkan data yang dikantonginya, pengeluaran terbesar kedua setelah beras di perkotaan maupun pedesaan adalah rokok.

Bahkan, pengeluaran rokok lebih besar dari belanja telur, ayam, dan mie instan. Melihat data itu, dia menyimpulkan rokok sebagai penyumbang terbesar kedua terhadap garis kemiskinan RI.

Data olahan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2020 menunjukkan beras sebagai penyumbang kemiskinan terbesar di level 20-25 persen, sedangkan rokok kretek filter sebesar 10-12 persen.

Melihat data tersebut, ia menyimpulkan kebijakan pemerintah lewat kenaikan cukai rokok demi menekan prevalensi masih tak efektif.

"Yang penting tekan jumlah perokok dulu karena bisa jadi produksi turun karena rerata batang turun tapi jumlah perokok naik. Artinya cukai ini tidak efektif, tidak boleh negara netral, negara harus hadir melindungi rakyat," pungkasnya.

[Gambas:Video CNN]



(wel/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER