Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Heru Kristiyana mewanti-wanti perbankan agar lincah dalam beradaptasi dengan perubahan, khususnya keuangan digital.
Tujuannya, agar perbankan tidak tersalip praktik shadow banking. Shadow banking adalah kegiatan perantara keuangan, namun tidak tunduk atau terikat pada sistem perbankan resmi. Tidak memiliki aturan.
"Apabila tidak, maka ruang-ruang tersebut akan diisi oleh pemain aktivitas shadow banking yang saya lihat juga lincah dalam merespons kebutuhan keuangan digital," beber Heru pada webinar Banking Outlook 2021, Selasa (7/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebut industri perbankan dituntut untuk mengakselerasi transformasi sistem TI guna menyediakan layanan perbankan daring yang mesti dimiliki di era pandemi.
Digitalisasi, kata Heru, adalah keniscayaan. Ini terlihat dari pola transaksi yang beralih dari fisik ke daring dan jumlah transaksi keuangan secara daring yang meningkat signifikan.
Dia menuturkan OJK merespons digitalisasi keuangan lewat penerbitan dua POJK, yakni POJK nomor 12 dan 13.
Pada Agustus lalu, OJK merilis aturan baru mengenai bank digital lewat POJK Nomor 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum.
Heru mengungkapkan POJK terkait mempertegas pengertian bank digital, baik bank yang saat ini telah melakukan digitalisasi produk dan layanan (incumbent) maupun pendirian bank baru yang langsung berstatus full digital banking.
"Dalam aturan ini, OJK memperjelas definisi bank digital. Namun demikian, OJK tidak mendikotomi antara bank yang telah memiliki layanan digital, bank digital hasil transformasi dari bank incumbent, ataupun bank digital yang terbentuk melalui pendirian bank baru (full digital bank). Bagaimanapun bank tetaplah bank," kata Heru dalam keterangan resmi, Kamis (19/8).