Nilai tukar rupiah berada di posisi Rp14.252 per dolar AS di perdagangan pasar spot pada Selasa (5/10) sore. Posisi ini menguat 14 poin atau 0,1 persen dari Rp14.266 per dolar AS pada Senin (4/10).
Begitu juga dengan kurs referensi Bank Indonesia (BI), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) yang menempatkan rupiah di posisi Rp14.260 per dolar AS atau menguat dari Rp14.276 per dolar AS pada Senin kemarin.
Rupiah menguat bersama yuan China 0,4 persen, peso Filipina 0,08 persen, dolar Hong Kong 0,04 persen, dan baht Thailand 0,04 persen. Sementara sisanya berada di zona merah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Won Korea Selatan melemah 0,55 persen, yen Jepang minus 0,23 persen, rupee India minus 0,22 persen, ringgit Malaysia minus 0,11 persen, dan dolar Singapura 0,01 persen.
Sedangkan mayoritas mata uang utama negara maju berada di zona merah. Hanya poundsterling Inggris yang menguat 0,1 persen dari dolar AS.
Sisanya, rubel Rusia melemah 0,29 persen, dolar Australia minus 0,19 persen, euro Eropa minus 0,19 persen, franc Swiss minus 0,15 persen, dan dolar Kanada minus 0,05 persen.
Analis sekaligus Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi melihat kurs rupiah berhasil menguat hari ini karena sentimen babak baru perang dagang antara AS dan China. Sinyal ini muncul dari dugaan AS bahwa China tidak menjalani kesepakatan yang sudah dibuat kedua negara pada Januari 2020.
"AS menyerukan pembicaraan 'terus terang' dengan China atas kegagalannya untuk menepati janji yang dibuat dalam kesepakatan di era Presiden Donald Trump dulu," kata Ibrahim.
Selain itu, penguatan mata uang Garuda juga berasal dari wanti-wanti Presiden AS Joe Biden yang menyatakan pemerintahannya mungkin akan melanggar batas utang untuk menghindarkan potensi gagal bayar utang di negeri Paman Sam.
Sementara dari dalam negeri, menurutnya, pergerakan rupiah mendapat sentimen dari rencana pemerintah menerapkan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) mulai 1 Januari 2022. Sebab, pasar menilai tax amnesty bisa meningkatkan penerimaan negara.
"Karena salah satu pemasukan negara yang cukup besar dalam kondisi pandemi covid-19 adalah pemasukan dari pengampunan pajak atau tax amnesty," tandasnya.