Ekonom Sebut Tax Amnesty II Berdampak Buruk Bagi Bisnis EBT

CNN Indonesia
Rabu, 06 Okt 2021 17:58 WIB
Ekonom menjelaskan program pengampunan pajak dalam RUU HPP berpotensi membuat pengelolaan sektor usaha energi baru terbarukan di Indonesia tak efektif.Ilustrasi. (iStockphoto/designer491).
Jakarta, CNN Indonesia --

Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rusli Abdullah menjelaskan program pengampunan pajak dalam Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) berpotensi membuat pengelolaan sektor usaha energi baru terbarukan di Indonesia tak efektif.

Program pengampunan pajak ini juga disebut sebagai tax amnesty jilid II. Rusli menjelaskan pemerintah akan memberikan pengampunan pajak kepada wajib pajak yang mengungkapkan harta bersih, tetapi belum diketahui atau diungkapkan kepada negara.

Nantinya, harta bersih itu akan dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenakan pajak penghasilan (PPh) final.

PPh final akan dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Tarif itu terdiri dari 6 persen atas harta bersih yang berada di dalam negeri dan diinvestasikan untuk kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (SDA) atau sektor energi baru terbarukan (EBT), serta surat berharga negara (SBN).

Namun, wajib pajak akan diberikan tarif 8 persen jika tak mau menginvestasikan hartanya ke sektor SDA, EBT, dan SBN.

"Takutnya dengan ada klausul ini, ketika ada tender, ada pihak-pihak yang deklarasi tax amnesty dan pengusaha yang murni dan memang punya kredibilitas tapi dikalahkan dengan (yang deklarasi tax amnesty)," ungkap Rusli dalam Diskusi Publik Menakar Untung Rugi RUU HPP, Rabu (6/10).

Jika yang menang tender adalah wajib pajak yang mengikuti program pengampunan pajak dan mereka tak memiliki pengalaman serta kemampuan di bidang EBT, maka pengelolaan industri EBT akan terganggu.

"Bisa tidak efisien, karena masuk melalui unsur politik yang jauh dari nilai-nilai persaingan usaha yang sehat," jelas Rusli.

Diketahui, pemerintah akan menerapkan program pengampunan pajak pada 1 Januari 2022.

Setiap wajib pajak dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang direktur jenderal pajak belum menemukan data atau informasi mengenai harta yang dimaksud.

Harta bersih yang dimaksud tersebut adalah nilai harta dikurangi dengan nilai utang. Hal itu seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Harta yang dilaporkan merupakan aset yang diperoleh wajib pajak sejak 1 Januari 1985 sampai 31 Desember 2015.

Setiap wajib pajak dapat mengungkapkan harta bersih melalui surat pemberitahuan pengungkapan harga. Surat itu diberikan kepada direktur jenderal pajak pada 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022.

Selain itu, wajib pajak juga harus melampirkan beberapa dokumen, seperti bukti pembayaran PPh final, daftar rincian harta beserta informasi kepemilikan harta yang dilaporkan, daftar utang, pernyataan mengalihkan harta bersih ke Indonesia, pernyataan menginvestasikan harta bersih ke sektor usaha SDA, EBT, dan SBN.

Setelah itu, direktur jenderal pajak akan menerbitkan surat keterangan terhadap penyampaian surat pemberitahuan atas pengungkapan harta oleh wajib pajak.



(aud/age)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK