Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menjelaskan, besaran sanksi administrasi dalam Pasal 13 ayat (3) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) diubah. Perubahan tersebut tertuang dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
"Sanksi administratif berupa kenaikan yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dari hasil pemeriksaan diturunkan," kata DJP dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/10).
Apabila SPT tidak disampaikan setelah ditegur, PPN dan PPnBM tidak seharusnya dikompensasikan kepada selisih lebih atau tidak seharusnya dikenai tarif 0 persen, dan kewajiban pembukuan/pencatatan atau kewajiban saat pemeriksaan tidak dipenuhi, maka pengenaan sanksi dalam SKPKB berubah sebagaimana diatur dalam UU HPP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut rincian sanksi dalam SKPKB.
1. Sebelum UU HPP: kenaikan 50 persen dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak.
Setelah UU HPP: bunga yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dihitung berdasarkan suku bunga acuan per bulan ditambah uplift factor 20 persen, dari Pajak Penghasilan (PPh) yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak.
2. Sebelum UU HPP: kenaikan 100 persen dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor.
Setelah UU HPP: bunga yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dihitung berdasarkan suku bunga acuan per bulan ditambah uplift factor 20 persen, dari PPh yang tidak atau kurang dipotong atau dipungut.
3. Sebelum UU HPP: kenaikan 100 persen dari PPh yang dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor.
Setelah UU HPP: kenaikan 75 persen dari PPh yang dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor.
4. Sebelum UU HPP: kenaikan 100 persen dari PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar.
Setelah UU HPP: kenaikan 75 persen dari PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar.
Selanjutnya untuk sanksi administratif setelah upaya hukum juga diturunkan menjadi sebagai berikut.
a. Jika permohonan keberatan wajib pajak ditolak atau dikabulkan, sanksi diturunkan dari 50 persen menjadi 30 persen.
b. Jika permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, sanksi diturunkan dari 100 persen menjadi 60 persen. Selain itu, pengenaan sanksi setelah undang-undang ini lebih setara dengan adanya sanksi sebesar 60 persen jika Putusan Peninjauan Kembali menyebabkan pajak yang masih harus dibayar bertambah.
Secara keseluruhan penurunan sanksi ini akan meningkatkan keadilan, kesetaraan, dan kepastian hukum bagi wajib pajak.
Kemudian terkait kuasa wajib pajak. Setiap orang yang ditunjuk menjadi kuasa wajib pajak harus mempunyai kompetensi tertentu dalam aspek perpajakan, kecuali apabila kuasa wajib pajak merupakan suami, istri, atau keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua.
Ketentuan ini menyesuaikan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 63/PUU-XV/2017 sehingga kuasa wajib pajak tidak hanya dapat dilakukan oleh konsultan pajak, tetapi dapat juga pihak lain sepanjang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(osc)