Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan nilai kerugian bank di dunia akibat serangan siber oleh para peretas (hacker) rata-rata mencapai US$100 miliar per tahun atau setara Rp1.416 triliun (kurs Rp14.169 per dolar AS). Data ini bersumber dari hasil kajian Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF).
"Estimasi total kerugian rata-rata tahunan yang dialami sektor jasa keuangan secara global yang disebabkan oleh serangan siber adalah mencapai US$100 miliar," ungkap Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK Teguh Supangkat di acara perilisan Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan, Selasa (26/10).
Sementara di Indonesia, ia mencatat nilai kerugian riil bank-bank umum mencapai Rp246,5 miliar pada semester I 2020 sampai semester I 2021. Selanjutnya, estimasi potensi kerugian lainnya berkisar Rp208,4 miliar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bila ditangani, kerugian ini membutuhkan biaya pemulihan berkisar Rp302,5 miliar. Sedangkan nilai kerugian riil yang ditanggung nasabah yang melapor mencapai Rp11,8 miliar dengan estimasi potensi kerugian lainnya sekitar Rp4,5 miliar dan biaya pemulihan yang dibutuhkan mencapai Rp8,2 miliar.
Tak hanya merugikan bank dan nasabah, serangan hacker di industri perbankan rupanya juga memberi 'getah' ke pihak-pihak lain. Otoritas mencatat nilai kerugian riilnya mencapai Rp9,1 miliar dengan estimasi potensi kerugian lain sebesar Rp3,8 miliar dan biaya pemulihan Rp3,8 miliar.
Teguh mengatakan nilai kerugian ini muncul dari aduan yang masuk dari para nasabah. Tercatat, ada 7.087 laporan fraud yang dilakukan oleh kejahatan siber pada semester I 2020 sampai semester I 2021.
Laporan ini mayoritas terjadi di bank BUMN mencapai 71,6 persen. Sisanya di bank swasta sekitar 28 persen dan bank asing 0,3 persen. Dari segi kejahatan, umumnya berupa skimming hingga social engineering.
Data lain dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat jumlah serangan siber di Indonesia mencapai 741,4 juta serangan pada Januari-Juli 2021. Jumlahnya naik hampir dua kali lipat dari semula 495,3 juta serangan pada Januari-Desember 2020.
"Sektor keuangan menempati posisi kedua sebagai target serangan siber setelah sektor pemerintahan, terutama dalam bentuk malware," tuturnya.
Hal ini membuat Global Cyber Security Index Indonesia berada di peringkat 24 dari 194 negara pada 2019. Sementara, di kawasan Asia Pasifik, Indonesia berada di posisi ke-6.