Anak buah Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Septian Hario Seto menjelaskan alasan pemerintah sempat mewajibkan tes PCR untuk penumpang pesawat di tengah penurunan kasus covid-19.
Pria yang juga menjabat sebagai Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan ini menekankan kebijakan itu tak diambil pemerintah secara asal.
Kebijakan tersebut ia usulkan bersama timnya dengan mempertimbangkan data yang menunjukkan peningkatan risiko penularan. Ia mengatakan 1 hingga 2 minggu sebelum kebijakan PCR untuk penumpang pesawat ini diberlakukan, pihaknya melihat peningkatan risiko tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Indikator mobilitas yang kami gunakan menunjukkan peningkatan yang signifikan. Contohnya di Bali, data mobilitas minggu ketiga Oktober 2021 menunjukkan level yang sama dengan liburan natal dan tahun baru 2020," ujar Seto dalam tulisan yang ia keluarkan di Jakarta pada awal pekan ini.
Kemudian, hasil pengecekan tim dikirim juga mencatat penurunan disiplin protokol kesehatan yang luar biasa. Peduli lindungi hanya sebagai pajangan, terutama di tempat-tempat wisata dan bar.
"Bahkan salah satu tim saya berhasil memfoto pasangan yang bebas berciuman di dalam salah satu bar/café di Bandung," ujarnya.
Pertimbangan lain, peningkatan kasus corona yang luar biasa akibat varian Delta. Padahal, pemerintah mulai memberikan relaksasi aktivitas dan protokol kesehatan karena merasa tingkat vaksinasi dosis kedua sudah di atas 60 persen.
Lihat Juga : |
Pertimbangan ini diambil terkait peningkatan kasus covid-19 di Singapura, Jerman, Inggris dan beberapa negara lain. Ia mengatakan tingkat vaksinasi dosis 2 Indonesia yang baru 36 persen di tengah relaksasi aktivitas masyarakat berpotensi meningkatkan risiko kenaikan kasus corona.
"Vaksinasi tidak sepenuhnya bisa mencegah penularan kasus. Mudah untuk mengambil kesimpulan ini, karena negara-negara yang saya sebutkan di atas memiliki cakupan dosis 2 di atas 60 persen," katanya.
Seto mengingatkan vaksinasi akan mengurangi risiko jika terkena covid harus dirawat di RS. Namun, penerima vaksin masih bisa terkena covid-19. Warga mungkin tidak bergejala dan masih bisa menularkan ke pihak lain.
Ia menambahkan peningkatan kasus corona harus dicegah. Pasalnya, kalau ada peningkatan kasus dan kebijakan PPKM Darurat harus diambil, biayanya sangat besar.
"Hasil hitungan kami, biaya langsung untuk perekonomian setiap 1 minggu dilakukan PPKM Darurat, adalah sekitar Rp 5,2 triliun. Itu belum termasuk korban jiwa yang tidak bisa dihitung secara moneter," jelasnya.
Sebelumnya, kewajiban PCR bagi penumpang pesawat sempat diberlakukan pada 24 Oktober lalu dan mendapat penolakan sejumlah pihak. Di saat yang sama, keterlibatan sejumlah pejabat pada bisnis PCR, salah satunya Luhut, mengemuka di media.
Akhirnya, pada awal November, pemerintah mencabut aturan wajib PCR bagi penumpang pesawat dan menggantinya dengan kewajiban hasil negatif antigen bagi calon penumpang yang sudah vaksin covid-19.