Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui keberadaan pinjaman online (pinjol) atau fintech ilegal memang meresahkan. Pasalnya, akibat operasional dan penagihannya yang 'ugal-ugalan', citra pinjol secara umum menjadi buruk di mata masyarakat.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank merangkap anggota Dewan Komisioner OJK Riswinandi Idris menyebut kontribusi dan raihan industri pinjol legal selama ini jadi tertutupi akibat pinjol ilegal.
Bahkan, Riswinandi mengibaratkan keberadaan pinjol ilegal seperti pepatah nila setitik rusak susu sebelanga alias karena satu kesalahan kecil menghilangkan semua kebaikan yang sudah dibuat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
"Jika diibaratkan mungkin seperti pepatah gara-gara nila setitik rusak susu sebelanga," kata dia pada dialog Pemberantasan Pinjaman Online Ilegal OJK, Selasa (9/11).
Riswinandi menyayangkan oknum pinjol ilegal karena sebetulnya industri pinjol legal sangat potensial dalam membantu memenuhi kebutuhan finansial masyarakat secara cepat dan menjangkau seluruh pihak.
Dia menyebut besar andil minimnya literasi keuangan masyarakat terhadap menjamurnya jasa pinjol ilegal. Data OJK menunjukkan dari angka inklusi keuangan di level 76,19 persen, hanya sekitar setengahnya saja atau 38,03 persen yang melek soal literasi keuangan.
Oleh karena itu, ia menilai salah satu upaya yang harus dilakukan OJK dan pihak lainnya adalah getol mengedukasi masyarakat soal literasi keuangan, khususnya terkait pinjaman online.
Di sisi lain, Riswinandi menyatakan praktik pinjol legal juga diawasi ketat. Salah satu caranya dengan membangun pusat data fintech lending (pusdafil). Menurutnya, saat ini sudah ada 102 pinjol/fintech legal yang terintegrasi dalam pusdafil.
"Progresnya, saat ini sudah ada sekitar 102 perusahaan yang terkoneksi, terintegrasi dengan pusdafil," pungkasnya.