Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan Indonesia telah memiliki proyek percontohan perdagangan karbon dengan beberapa skema dalam melakukan perdagangan karbon di RI dengan nilai komitmen mencapai US$273,8 juta atau Rp3,9 triliun (asumsi kurs Rp14.300 per dolar AS).
Ia mengatakan salah satu proyek yang dibuat adalah reduksi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan atau reducing emissions from deforestation and forest degradation (REDD+). Proyek itu dijalankan dengan skema research based payment, seperti green climate fund, forest carbon partnership facility, dan bio carbon fund.
"Indonesia telah memiliki beberapa proyek percontohan seperti REDD+ dengan skema research based payment," ungkap Jokowi dalam forum World Economic Forum (WEF) yang disiarkan secara daring, Kamis (20/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Jokowi, Indonesia berpotensi menjadi pemimpin pasar global dalam skema perdagangan karbon dunia. Bahkan, ia optimistis nilai perdagangan karbon di RI mampu mengalahkan potensi di Peru, Kenya, dan Brasil.
"Diprediksi mampu mengalahkan potensi perdagangan karbon di Peru, Kenya, dan Brasil sebagai sesama negara yang memiliki luasan hutan tropis terbesar di dunia," jelas Jokowi.
Pembentukan harga karbon di Indonesia, sambung Jokowi, relatif lebih kompetitif dibandingkan dengan negara pionir perdagangan karbon lain, yakni Brasil, Peru, dan India.
Lebih lanjut Jokowi mengatakan pemerintah juga telah menyiapkan sekam pembiayaan konservasi dan restorasi lahan gambut dengan mendirikan badan pengelola dana lingkungan hidup.
"Badan ini mengelola dana lingkungan hidup yang bersumber dari dalam dan luar negeri dengan prinsip berkelanjutan, kredibel, dan akuntabel," ucap Jokowi.
Jokowi mencatat laju deforestasi turun hingga 75 persen. Begitu juga dengan restorasi lahan gambut yang mencapai 3,7 juta hektare selama 2016 hingga 2021.
"Rehabilitasi mangrove dilakukan juga secara besar-besaran pada tahun ini, misalnya 2020-2021, kami telah merehabilitasi 50 ribu hektare hutan mangrove dan target kami sampai 2024 600 ribu hektare (ha)," tutup Jokowi.
(aud/bir)