Pintu masuk penerbangan internasional untuk wisatawan mancanegara dengan tujuan wisata kembali dibuka sejak Jumat (4/2) lalu. Keputusan tersebut diambil saat kasus covid-19 varian omicron merajalela di Tanah Air.
Data harian yang dirilis Satgas Covid-19 per Senin (7/2) saja, mencatatkan penambahan kasus baru positif sebanyak 26.121 orang, dengan jumlah kasus meninggal 82 orang. Secara kumulatif, sebanyak 4.542.601 orang dinyatakan positif terinfeksi virus corona.
Pintu internasional tersebut dibuka melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali, Bandara Hang Nadim Batam, Bandara Haji Fisabililah Tanjung Pinang, dan Bandara Soekarno Hatta Tangerang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah berdalih pembukaan pintu internasional demi menggencarkan kembali perekonomian dalam negeri yang terdampak pandemi, terutama di sektor pariwisata, khususnya Bali.
Sebagai antisipasi penyebaran covid-19, pemerintah mewajibkan wisatawan mancanegara untuk melakukan karantina, sesuai dengan Surat Edaran (SE) Nomor 4 Tahun 2022 yang dikeluarkan Satgas Penanganan Covid-19.
Tidak hanya itu, mereka juga wajib menunjukkan kartu atau sertifikat vaksinasi minimal 14 hari sebelum keberangkatan dan menunjukkan hasil negatif tes RT-PCR dari negara asal maksimal 2x24 jam sebelum keberangkatan.
Ditambah lagi, kewajiban memiliki asuransi kesehatan dengan pertanggungan setara Rp359 juta. Asuransi kesehatan itu juga harus menanggung perawatan covid-19.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai keputusan pemerintah membuka pintu internasional untuk wisatawan mancanegara terlalu buru-buru. Ia menuturkan pemerintah harus lebih dulu membenahi pengendalian covid-19 dalam negeri termasuk fasilitas kesehatannya.
Sebab, wisatawan perlu percaya dan merasa nyaman ketika ingin melakukan perjalanan wisata ke suatu tempat. "Nah, dengan kondisi seperti sekarang, saya kira justru akan menjadi semacam disinsentif bagi calon wisatawan mancanegara. Jadi jika kondisi sekarang berlanjut, maka peluang datangnya wisatawan relatif akan kecil," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (7/2).
Di sisi lain, menurutnya, kontribusi pariwisata terhadap perekonomian dalam negeri juga relatif masih kecil, di bawah 10 persen. Oleh karena itu, niat pemerintah membuka pintu internasional untuk meningkatkan perekonomian tidak akan terlalu signifikan.
Yusuf berpendapat seharusnya fokus pemerintah saat ini mau tidak mau kembali ke resep awal, yaitu bagaimana menekan kenaikan kasus secara cepat dan tepat, sehingga momentum pembukaan penerbangan internasional bisa lebih optimal.
Selain itu, jika pemerintah benar-benar ingin membangkitkan perekonomian, bisa dilakukan dengan meningkatkan hal-hal yang dapat mendorong perekonomian pulih lebih cepat, seperti menggenjot konsumsi rumah tangga.
Misalnya, membuka kembali opsi bantuan sosial (bansos) tidak hanya kepada kelompok masyarakat miskin, tetapi juga kelompok rentan dan hampir miskin.
"Ketepatan penyaluran stimulus fiskal menjadi penting dan koordinasi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat penting," ucap Yusuf.
Ia mengungkapkan risiko terburuk jika pemerintah tetap memberlakukan aturan terkait pembukaan pintu penerbangan internasional di tengah keadaan hari ini adalah meningkatkan kasus dari varian omicron itu sendiri.
Apalagi, kasus dari kenaikan omicron di dalam negeri banyak disumbangkan oleh warga yang bepergian ke luar negeri.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda mengingatkan pemerintah tidak bisa 'pede' begitu saja bahwa akan banyak wisatawan mancanegara masuk setelah pintu penerbangan internasional dibuka.
Pasalnya, dari kaca mata negara lain, Indonesia sendiri masih tergolong sebagai negara yang belum aman untuk dikunjungi. Selain itu, saat ini juga belum memasuki masa liburan. Sehingga wisatawan yang berkunjung masih akan sepi.
"Makanya saya heran juga kenapa Bali di buka penerbangan internasional nya. Sepertinya sih gara-gara rencana MotoGP Mandalika, maka dari itu penerbangan internasional dibuka," tutur Nailul.
Menurut Yusuf, kalau pun wisatawan mancanegara berkunjung ke Indonesia, khususnya Bali, pengaruhnya terhadap ekonomi tidak akan signifikan. Ia mengatakan hasil yang signifikan untuk perekonomian di Bali dapat dirasakan jika jumlah wisatawan mancanegara yang datang cukup tinggi.
Oleh karena itu, ia menyarankan pemerintah untuk fokus pada penanganan pandemi saja. Sebab, dengan pandemi yang terkendali, perekonomian juga akan pulih dengan stabil.
Selain itu, lanjut dia, pemerintah bisa memaksimalkan ekonomi domestik dengan pemanfaatan teknologi. Para pelaku ekonomi, seperti UMKM didorong untuk masuk ke ekosistem digital agar bisa tetap hidup dengan penjualan secara daring.
Tidak hanya itu, pemerintah juga sebaiknya lebih memanfaatkan sumber pertumbuhan domestik alih-alih internasional untuk meminimalkan efek pandemi. "Kemudian, bantu masyarakat terdampak dengan bantuan langsung sembari menutup kembali penerbangan internasional masuk ke Bali," tandasnya.
(mrh/bir)