Polemik pencairan jaminan hari tua (JHT) masih terus bergulir. Hal tersebut berawal dari kebijakan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah yang mengeluarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022.
Dalam beleid itu, ia mengatur peserta BPJS Ketenagakerjaan baru bisa mencairkan JHT pada usia 56 tahun. Ida berdalih aturan baru itu baru dibuat dengan merujuk dan sesuai Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).
Meski demikian, pekerja atau buruh merasa aturan tersebut memberatkan. Apalagi di tengah pandemi covid-19 banyak pekerja yang terkena PHK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keberatan itu bukan tanpa alasan. Buruh menilai pencairan JHT di usia 56 memberatkan ketika mereka mengalami PHK ataupun pensiun dini. Sebab, mereka harus menunggu sampai usia tersebut agar dana JHT bisa dicairkan sepenuhnya.
Lalu, apabila tidak ikut program JHT apakah pekerja dapat membuat 'JHT' sendiri?
Perencana keuangan Mitra Rencana Edukasi (MRE) Andi Nugroho mengatakan selain dengan mengikuti program JHT dari BPJS Ketenagakerjaan, pekerja bisa juga menyiapkan dana untuk memenuhi masa pensiun melalui Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK).
DPLK sendiri merupakan dana pensiun yang dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan program pensiun iuran pasti bagi perorangan.
Program tersebut juga bersifat sukarela, maka dibutuhkan kesadaran khusus bagi setiap pekerja yang ikut serta. Dana iuarannya pun bisa disesuaikan oleh pekerja sesuai dengan kemampuan dan target dana yang ingin dicapai.
"Angka iuran ditentukan di awal kontrak, sampai nanti pensiun jumlah iuran setiap bulan sebesar yang telah disepakati, dan itu kita sendiri yang menentukan jumlahnya," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (15/2).
Untuk menentukan jumlah iuran, Andi menyarankan pekerja menghitung terlebih dahulu estimasi biaya yang diperlukan saat pensiun. Ia mencontohkan jika pekerja ingin pensiun di usia 55 tahun dan angka harapan hidup Indonesia diasumsikan 70 tahun, maka pekerja harus memiliki dana yang cukup untuk memenuhi hidup di masa pensiun selama 15 tahun.
"Selama 15 tahun itu kebutuhannya berapa? taruh misalnya asumsi per bulan Rp5 juta berarti setahun Rp60 juta. Kalau 15 tahun berarti Rp900 juta," sambungnya.
Dari target dana tersebut, pekerja bisa menghitung berapa yang harus dibayarkan setiap bulan untuk DPLK dengan jangka waktu dimulai saat ini. Jika saat ini pekerja berusia 25 tahun, berarti jangka waktu sampai pensiun di usia 55 tahun ada 30 tahun.
Dengan demikian, untuk mengangsur dana pensiun sebesar Rp900 juta selama 30 tahun, pekerja harus menyisihkan Rp250 ribu per bulan untuk iuran DPLK.
"Tapi kalau itu masih dirasa memberatkan, kita bisa mengurangi dana iuran sesuai kemampuan," kata Andi.
Sementara, Perencana Keuangan Tatadana Consulting Tejasari Assad mengatakan untuk memiliki dana jaminan hari tua sendiri pekerja bisa mulai konsisten menabung dan berinvestasi secara mandiri.
Dalam menabung sendiri menurutnya pekerja harus memiliki komitmen untuk terus menyisihkan uangnya. Terlebih, dapat menahan godaan agar tidak membelanjakan tabungan yang terkumpul sebelum target usia pensiun.
"Kalau menabung dan investasi berarti dari kita sendiri yang harus rajin dan komitmen untuk menjalaninya setiap bulan. Belum lagi jika uangnya sudah banyak terkumpul ada godaan untuk segera mencairkan padahal belum masuk usia pensiun," kata Tejasari.
Jika dirasa tidak sanggup menabung secara mandiri di rumah, kata dia, pekerja bisa membuat tabungan berjangka di bank.
"Jadi secara otomatis dana dari rekening dipotong oleh bank untuk dipindahkan ke rekening lain. Misalnya komitmen sebulan menyisihkan Rp250 ribu, nanti oleh bank dibuatkan programnya," imbuhnya.
Sedangkan untuk investasi, Tejasari mengatakan pekerja bisa memilih instrumen investasi yang dapat memberikan keuntungan jangka panjang.
Ia pun merekomendasikan investasi saham atau reksa dana. Sebab, untuk jangka panjang kedua instrumen tersebut cukup menjanjikan.