Ketua Paguyuban Dadi Rukun Rasjadi meminta pemerintah tak tutup mata dengan lonjakan harga kedelai yang mencapai Rp12 ribu per kg di tingkat perajin tahu tempe.
Paguyuban Dadi Rukun merupakan wadah bagi para warga perantau di Jakarta yang mayoritas perajin tempe.
"Pemerintah tak bisa lagi tutup mata dengan nasib mereka (perajin tempe)," ungkap Rasjadi dalam keterangan resmi, Senin (21/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, perajin tempe yang masuk menjadi anggota Paguyuban Dadi Rukun sedang mogok produksi selama tiga hari ke depan sebagai bentuk protes atas kenaikan harga kedelai kepada pemerintah. Aksi ini dilakukan bersama-sama dengan perajin tempe di Jabodetabek.
"Mogok produksi kami lakukan karena para perajin tahu dan tempe sudah tidak bisa jualan karena harga bahan baku naik tajam," ucap Rasjani.
Para perajin tempe, kata Rasjadi, menumpuk drum dan 'kerei' di lapangan di dekat sentra produksi tempe di Depok. Drum dan 'kerei' merupakan alat produksi pembuatan tempe.
Menurut Rasjadi, drum biasa digunakan untuk merebus kedelai. Sementara, 'kerei' dipakai untuk menyusun tempe.
"Kami sengaja menumpuk drum dan 'kerei' di lapangan sebagai bentuk protes atas kenaikan harga kedelai yang membuat kami tidak bisa produksi," ujar Rasjani.
Perajin tempe meminta pemerintah turun tangan mengintervensi kenaikan harga kedelai impor. Rasjani juga meminta importir dan distributor kedelai impor tak seenaknya menaikkan harga.
Sebelumnya, Ketua Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Kopti) Jakarta Pusat, Khairun mengatakan aksi mogok produksi tempe berlangsung selama tiga hari di Jabodetabek.
"Semua produsen sudah tutup. Kalau tidak ditutup akan di-'sweeping' oleh teman-teman kita juga. Karena tutup ini serentak dilakukan," kata Khairun.
Khairun menyatakan mereka terpaksa mogok agar pemerintah, yakni Kementerian Perdagangan dapat melakukan intervensi atas harga kedelai impor yang saat ini mencapai Rp12.000 per kg di tingkat perajin. Harga kedelai impor normalnya berkisar Rp9.500 sampai Rp10.00 per kg.
Sementara, salah satu perajin tahu tempe di Kampung Rawa, Johar Baru, Jakarta Pusat, Ahmad Abdullah, mengaku, aksi mogok produksi dilakukan karena sebagian besar konsumen keberatan kalau harga tempe dijual menjadi dua kali lipat.
"Harga kacangnya melambung tinggi, harga jualnya juga tinggi, jadi susah. Orang-orang pada kaget beli tempe Rp5.000 sekarang Rp8.000 terus Rp10 ribu, terpaksa berhenti dulu lah," ucap Abdullah.
Abdullah berharap, agar harga kacang kedelai bisa kembali stabil, sehingga mogok produksi tidak akan berlangsung lebih lama, dan konsumen mendapatkan harga tahu tempe yang wajar.