Menteri BUMN Erick Thohir berjanji ke depan perusahaan pelat merah hanya mengambil utang produktif, sedangkan utang bersifat koruptif bakal ia 'sikat'. Namun, ia tak merincikan berapa atau BUMN mana yang memiliki utang koruptif tersebut.
"Jadi kalau ada pihak menyebut 'oh utang BUMN besar', ya memang besar. Itu lah kenapa di bawah ini kita rapikan mana utang yang produktif, mana utang-utang koruptif, yang koruptif kita sikat," beber dia pada konferensi pers, Kamis (17/3).
Walau tak menampik besarnya utang korporasi BUMN, ia mengklaim aset yang dimiliki jauh lebih besar. Erick mengambil contoh valuasi tiga BUMN besar saja sudah mencapai Rp1.600 triliun. Ketiganya adalah PT BRI (Persero) Tbk, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
"Kita akan terus genjot valuasi BUMN karena kita tahu akan makin banyak perusahaan yang go public dan menjadi bagian dari transparansi dan profesionalisme," imbuhnya.
Menurut Erick, penyuntikan modal dari pemerintah atau penanaman modal langsung (PMN) telah diubah dan hanya BUMN sehat saja yang bisa menerima bantuan APBN. Sedangkan perusahaan negara yang sudah tidak bisa berkompetisi lagi tidak akan mendapat suntikan dana segar dan bisa saja dibubarkan.
"Apa lagi tidak lagi punya manfaat ke rakyat jadi secara korporasi sudah engga jelas manfaatnya, ya sayang uang negara harus dihambur-hamburkan. Oleh karena itu, kami pastikan suntikan pemerintah itu tepat sasaran," terang Erick.
Kendati masih ada sederet BUMN yang mendapat PMN dari pemerintah pada tahun lalu, namun ia menilai suntikan dana hanya 4 persen dari total setoran pelat merah ke negara, meliputi pajak, dividen, dan lainnya.
"Perbandingan (kontribusi BUMN pada 2020) Rp377 triliun, dibandingkan PMN yang disuntikkan ke BUMN hanya 4 persen. Komparasinya kalau deviden sama PMN itu 75-25," pungkasnya.