Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (UI) Njaju Jenny Malik mengatakan istilah crazy rich merupakan fenomena baru yang terjadi di generasi milenial.
Penamaan crazy rich sendiri populer berkat novel karya Kevin Kwan "Crazy Rich Asians" yang kemudian diadaptasi menjadi film dengan judul yang sama.
Menurut Jenny, kemunculan crazy rich sebagai sebuah fenomena, salah satunya dipopulerkan oleh kecepatan persebaran informasi melalui media sosial dan media massa online yang sangat populer, terutama Instagram yang mendamaikan perbedaan kelompok kelahiran berbagai generasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Popularitas Instagram ini ternyata tidak hanya digunakan sebagai medium untuk ekspresi diri tapi juga belakangan dimanfaatkan sebagian perusahaan. Jadi mode baru produksi itu menggunakan media sosial.
"Mereka (generasi milenial) senang sekali dengan like, comment, regram, repost, share. Nah, respon audiens inilah yang jadi cikal bakal inovasi baru model crazy rich," kata Jenny dalam diskusi publik "Fenomena Crazy Rich Indonesia: Mengkhawatirkankah?", Rabu (16/3).
Terdapat dua faktor yang mendorong evolusi konsep selebgram, sultan, dan crazy rich yaitu ekonomi dan teknologi informasi (yang melahirkan banyak platform).
"Oleh karena itu, teknik baru menciptakan cuan itu mengandalkan platform media sosial," jelasnya.
Belakangan Crazy Rich Medan Indra Kenz dan Crazy Rich Bandung Doni Salmanan terjerat kasus dugaan penipuan investasi binary option. Mereka berdua adalah influencer yang telah merugikan banyak orang sebagai korbannya.
Terkait hal tersebut, Jenny mengaku setuju dengan OJK tentang pentingnya literasi keuangan bagi generasi muda.
Dalam paparannya, Jenny menyampaikan empat poin penting. Pertama, generasi muda sebagai pelaku ekonomi penting di mana menurut data BPS disebutkan pada 20202, 1 dari 2 penduduk Indonesia adalah generasi muda (145,4 juta jiwa).
Selanjutnya tingkat literasi keuangan yang rendah. Survei Nasional 2019 menunjukkan bahwa tingkat literasi keuangan penduduk usia 15-17 tahun adalah 16 persen.
Ketiga, generasi mudah lebih rentan secara finansial. Anak muda dihadapkan dengan pilihan menghabiskan uang untuk kesenangan ataupun menabung atau berinvestasi untuk menambah aset.
Poin yang terakhir adalah mudah terperdaya ajakan influencer. Terperdaya di sini dijelaskan sebagai terperdaya untuk berinvestasi secara ilegal.
"Jadi generasi muda sebagai critical economic players itu harus mempunyai literasi keuangan. Mereka harus disosialisasikan sehingga tidak mudah terperdaya ajakan influencer," terangnya.