Serikat buruh mengkritik keras kebijakan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi terkait pangan. Pasalnya, harga sejumlah bahan pangan masih menanjak, salah satunya minyak goreng.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) Mirah Sumirat mengungkapkan kondisi ekonomi pekerja sejak 2015 hingga 2022 menurun.
Terlebih, menurut Mirah, Undang-Undang (UU) Cipta Kerja hingga pandemi covid-19 membuat upah buruh sejak 2021 tidak mengalami kenaikan. Kondisi ini diperburuk dengan lonjakan harga kebutuhan pokok.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami kecewa dan marah terhadap pemerintah. Belum lega nafas kami dengan Permenaker 2/2022 (tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua) dan akhirnya sudah diralat, sekarang melalui mendag membuat satu keputusan yang bagi kami sangat mengecewakan, yaitu takut dengan mafia," kata Mirah dalam konferensi pers, Rabu (23/3).
Menurut Mirah, kebijakan Lutfi yang mencabut subsidi minyak goreng kemasan dan dialihkan ke minyak goreng curah menjadi sinyal bahwa pemerintah lebih takut pada mafia pangan.
"Kenapa mereka justru ditakuti dan juga kenapa sampai detik ini para penjahat itu belum ditangkap? Padahal janjinya akan dibeberkan nama-nama mafia itu. Ternyata gagal lagi, tidak jadi, ada ketakutan mendag terhadap para mafia," imbuhnya.
Untuk itu, serikat buruh meminta Presiden Joko Widodo mengganti menteri pedagangan. Apalagi jika Lutfi masih tidak bisa menurunkan harga kebutuhan pokok.
"Solusinya kami minta ke Pak Jokowi, segera copot dan ganti mendag. Saya minta dengan sangat, mendag lebih baik turun sebelum kami turunkan, atau turunkan harga bahan pokok," tegasnya.
Dalam rapat dengan Komisi VI DPR, Kamis (17/3) lalu, Lutfi menegaskan tidak akan menyerah menghadapi mafia pangan, termasuk minyak goreng, yang merugikan masyarakat.
"Saya ingin menekankan bahwa tidak ada saya menyerah kepada mafia-mafia terutama mafia pangan, tidak ada, yang saya utarakan itu," kata Lutfi.
Ia menduga kelangkaan minyak goreng salah satunya disebabkan oleh mafia dan spekulan yang mengambil keuntungan, sehingga berbagai kebijakan yang telah ia buat pun tidak efektif.
Kecurigaannya muncul lantaran stok minyak goreng yang sudah digelontorkan usai penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) dan Domestic Market Obligation (DMO), seharusnya sudah mencukupi kebutuhan masyarakat.
Lihat Juga : |
Ia membeberkan sepanjang 14 Februari-16 maret 2022, kebijakan DMO berhasil mengumpulkan 720.612 ton minyak sawit. Dari total jumlah tersebut, sebanyak 551,069 ton sudah didistribusikan kepada masyarakat.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), normalnya setiap orang Indonesia mengkonsumsi satu liter minyak goreng tiap bulan. Oleh karena, seharusnya dengan 551.069 ton minyak goreng tersebut, tiap orang mendapatkan dua liter atau melebihi konsumsi per bulannya.
Lutfi mencontohkan di Kota Medan kucuran minyak goreng sudah sebanyak 25 juta liter. Sementara jumlah warga di daerah tersebut berdasarkan data dari BPS sebanyak 2,5 juta orang. Artinya, dengan jumlah minyak goreng tersebut, satu orang warga bisa mendapat jatah 10 liter minyak goreng.
"Namun, saya pergi ke Kota Medan, saya pergi ke pasar, saya pergi ke supermarket tidak ada minyak goreng," kata Lutfi.
Lutfi sempat melontarkan pemerintah sudah mengantongi nama-nama mafia pangan yang dimaksud dan akan diumumkan pihak kepolisian pekan ini. Kendati demikian, hingga saat ini, nama-nama tersebut belum diungkap.
Sebagai informasi, per Rabu (16/3), pemerintah menaikkan HET minyak goreng curah dari Rp11.500 per liter menjadi Rp14 ribu per liter. Kenaikan HET minyak goreng curah itu disertai pemberian subsidi.
Selain itu pemerintah juga melepas harga minyak goreng kemasan sesuai nilai keekonomiannya. Padahal, tadinya, HET minyak goreng kemasan sederhana ditetapkan Rp13.500 per liter dan Rp14 ribu per liter untuk premium.
Usai kebijakan itu diumumkan, minyak goreng curah terpantau langka di sejumlah daerah. Sebaliknya, pasokan minyak goreng kemasan kembali membanjiri pasar namun dengan harga melonjak.