Menperin Respons Soal Kelangkaan Minyak Goreng
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita merespons soal masih langkanya minyak goreng curah di pasaran.
Ia mengungkapkan industri saat ini masih memproduksi minyak goreng curah. Selain itu, Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Curah untuk Kebutuhan Masyarakat, Usaha Mikro, dan Usaha Kecil dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) juga baru terbit.
"Wong industrinya lagi produksi kok, dan permen (Permenperin 8/2022) baru terbit hari Jumat. Jadi, kita lihat dua tiga hari lagi," kata Agus saat ditemui di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis (24/3).
Ia menerangkan Permenperin 8/2022 diterbitkan untuk mengatur masalah produksi, termasuk dari distributor sampai ke pengecer.
"Nanti di dalamnya, data kami lengkap termasuk dari mana para produsen itu mendapatkan bahan baku. Sekarang sebetulnya sudah keluar produksinya dan kita memprediksi bahwa akhir Maret sudah sekitar lebih dari 8 ribu atau 9 ribu ton per hari," ujarnya.
Sebagai pembanding, Agus menyebut kebutuhan nasional untuk minyak goreng nasional hanya 7 ribu per hari.
"Akhir Maret kita lihat dan sekarang tren-nya harga curah itu semakin lama semakin baik," jelasnya.
Saat ditanya soal tuntutan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) terkait harga minyak goreng kemasan kembali ke Harga Eceran Tertinggi (HET) yaitu Rp14 ribu (per liter), ia enggan menanggapi.
"Kebijakannya curah Rp14 ribu. Jawaban saya untuk curah Rp14 ribu (per liter)," ujarnya.
Sebagai catatan, pemerintah beberapa waktu lalu melepas harga minyak goreng kemasan sesuai nilai keekonomian. Padahal, sebelumnya menetapkan HET minyak goreng kemasan Rp14 ribu per liter.
Selain itu, ia juga menyampaikan untuk di daerah wilayah timur seperti Papua, Maluku dan NTT serta NTB akan membuat kebijakan khusus karena di sana tidak memiliki pabrik-pabrik minyak goreng.
"Kami akan bikin policy khusus untuk wilayah timur, untuk Papua, Papua barat, Maluku, Maluku Utara, NTT dan NTB. Ada mekanisme khusus untuk timur, tetap di subsidi logistiknya, di subsidi pengangkutannya, dengan nanti policy khusus," ujarnya.