China Tunda Investasi Rp7 T di Rusia, Takut Terimbas Sanksi Barat
Sinopec Group, perusahaan pelat merah China yang bergerak di bidang perminyakan dan petrokimia, memutuskan untuk menunda investasi senilai US$500 juta atau setara Rp7,17 triliun (kurs Rp14.355 per dolar) kepada perusahaan petrokimia asal Rusia, Sibur.
Langkah itu mereka ambil setelah mempertimbangkan ancaman dan sanksi yang telah dijatuhkan negara Barat terhadap Rusia usai negara itu menginvasi Ukraina beberapa waktu lalu.
Penundaan investasi terjadi saat pemerintah China mendukung dan enggan mengutuk invasi yang dilakukan Rusia. Namun dibalik itu, pemerintah China tampaknya juga khawatir dengan sanksi yang dijatuhkan Barat.
Lihat Juga : |
"Perusahaan akan secara tegas mengikuti kebijakan luar negeri pemerintah China dalam krisis ini. Tidak ada ruang sama sekali bagi perusahaan untuk mengambil inisiatif dalam hal investasi baru," kata seorang eksekutif Sinopec, dikutip dari Reuters, Senin (28/3).
Rencananya, Sinopec dan Sibur akan bekerja sama untuk pembangunan Komplek Kimia Gas Amur dengan nilai US$10 miliar di Siberia Timur. Kepemilikan atas komplek tersebut dibagi menjadi dua yakni Sibur sebesar 60 persen dan Sinopec sebesar 40 persen.
Sinopec menunda pembicaraan investasi tersebut setelah menyadari bahwa pemegang saham minoritas Sibur dan anggota parlemen yakni Gennady Timchenko telah dijatuhkan sanksi oleh Barat.
Pada Februari lalu, Uni Eropa dan Inggris telah memberlakukan sanksi terhadap Gennady Timchenko yang merupakan miliarder sekaligus sekutu lama Presiden Rusia Vladimir Putin.
Di lain sisi, Kementerian Luar Negeri China telah memanggil pejabat dari tiga perusahaan energi milik negara yakni Sinopec, CNPC, dan CNOOC. Salah seorang pejabat mengatakan bahwa pertemuan tersebut membahas dampak sanksi Barat terhadap kinerja perseroan.
Tak hanya itu, kementerian juga mendesak ketiga perusahaan tersebut untuk tidak melakukan tindakan gegabah dalam membeli aset Rusia. Oleh karena itu, ketiganya membentuk satuan tugas untuk merancang rencana darurat akibat gangguan bisnis yang mungkin terjadi ke depannya.
Lihat Juga : |