Pengamat penerbangan Gatot Raharjo memprediksi maskapai hanya mampu melayani 50 hingga 70 persen dari total penumpang pada momen mudik tahun ini dibandingkan dengan sebelum pandemi covid-19.
Ia mengatakan maskapai tak bisa melayani penumpang 100 persen lantaran kekurangan sumber daya manusia (SDM) dan jumlah pesawat berkurang drastis saat ini.
"Dengan ada arus mudik dan balik, serta libur yang panjang, kemungkinan penumpang yang bisa dilayani maskapai sekitar 50 sampai 70 persen dibandingkan sebelum pandemi," ujar Gatot kepada CNNIndonesia.com, Senin (18/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Menurut dia, momen mudik akan menambah pendapatan bagi maskapai. Namun, ia memproyeksi nilainya belum bisa kembali seperti sebelum pandemi karena jumlah pesawat yang jauh berkurang.
"Saat ini kekuatan maskapai kita tinggal 30 sampai 50 persen. Kalau pun armada ini dimaksimalkan operasionalnya, tetap diperlukan tambahan SDM terutama pilot, awak kabin, dan teknisi yang mempunyai batasan jam kerja masing-masing," ucap Gatot.
Untuk SDM, sambung Gatot, akan ada tambahan sekitar 20 persen. Hanya saja, jumlah tersebut tetap tak berpengaruh signifikan karena jumlah armada yang terbatas saat ini.
"Jadi SDM maskapai yg dirumahkan ada kemungkinan ditarik kembali, tapi tidak bisa semuanya dan akan disesuaikan dengan jumlah tambahan jam operasional armada," jelas Gatot.
Lihat Juga : |
Senada, Pengamat Penerbangan dari Arista Indonesia Aviation Center (AIAC) Arista Atmadjati setuju bahwa kegiatan mudik tahun ini akan mendongkrak pertumbuhan industri penerbangan lebih dari 30 persen. Namun, ia khawatir jumlah pesawat yang berkurang selama pandemi akan menghambat kegiatan mudik.
"Sekarang kalau mudik pakai pesawat itu masalah besar menurut saya karena suplai pesawat ini berkurang jauh. Berkurangnya 60 sampai 50 persen dari dua tahun yang lalu," tutur Arista.
Ia mengatakan bahwa hal ini dapat menjadi masalah karena kapasitas penumpang berpotensi turun hingga 50 persen meski ada tambahan jumlah penerbangan.
"Pesawat kan dia dibatasi suplai shrink ya, kalau dia sudah penuh sudah nggak bisa (ditambah lagi), paling ada extra flight. Extra flight pun dengan asumsi kapasitas jumlah pesawatnya turun hampir 50 persen dua tahun yang lalu," kata Arista.
Dengan SDM yang terbatas, ia memprediksi maskapai akan meminta karyawan untuk lembur. Ia sangsi maskapai akan mempekerjakan kembali karyawan yang sudah terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Paling cara mengatasinya (pekerja yang ada) suruh lembur. Kalau dipekerjakan kembali itu berdasarkan rasio jumlah pesawat yang ada, sedangkan rasio jumlah pesawat kan turun," ucap Arista.
Selain itu, sambungnya, ada potensi masyarakat beralih ke transportasi yang lebih ekonomis untuk perjalanan mudik, seperti kereta api. Hal ini ia karena maskapai penerbangan akan mematok harga di tarif batas atas.
"Saya prediksi dia akan pasang tarif di tarif batas atas. Pesawat itu ada tarif batas atas, tarif batas bawah. Nah sekarang aja, tarif menengah nggak ada, semua pasti sampai di batas atas," tutup Arista.
(tdh/aud)