Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mengatakan sempat mengirim surat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar tak mengeluarkan kebijakan subsidi untuk mengatasi lonjakan harga minyak goreng.
Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga mengatakan industri tak suka dengan kebijakan subsidi. Menurut dia, pemerintah lebih baik memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) secara langsung.
"Sebelum kemelut ini saya sudah buat surat ke presiden, mohon jangan ada subsidi karena industri tidak ada yang suka subsidi, lebih baik BLT langsung," ungkap Sahat kepada wartawan, Selasa (19/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan masyarakat dapat membeli minyak goreng jika mendapatkan BLT dari pemerintah. Dengan demikian, mekanisme pasar tetap berjalan normal.
Namun, pemerintah tetap mengeluarkan kebijakan subsidi untuk penjualan minyak goreng curah. Hal ini merupakan jalan keluar yang ditempuh dalam mengatasi lonjakan harga minyak goreng.
Sebelumnya, pemerintah membuat beragam kebijakan untuk mengatasi lonjakan harga minyak goreng yang terjadi sejak akhir 2021. Harga minyak goreng tembus lebih dari Rp20 ribu per liter sejak akhir tahun lalu sampai sekarang.
Untuk merespons itu, pemerintah sempat menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500 per liter, kemasan premium Rp14 ribu per liter, dan curah Rp11.500 per liter.
Setelah itu, stok minyak goreng langsung langka di pasaran. Beberapa perusahaan terbukti enggan melepas ke pasaran karena HET yang ditentukan pemerintah jauh lebih rendah dari keekonomian.
Tak lama kemudian, pemerintah menghapus kebijakan HET untuk minyak goreng kemasan sederhana dan premium. Dengan demikian, minyak goreng kemasan dijual dengan mekanisme pasar.
Sebagai gantinya, pemerintah memberikan subsidi untuk penjualan minyak goreng curah. Namun, HET minyak goreng curah naik dari Rp11.500 menjadi Rp14 ribu per liter.
Namun, hal itu juga tak menyelesaikan masalah minyak goreng di pasaran. Pasalnya, beberapa pedagang masih menjual minyak goreng curah lebih dari Rp20 ribu per liter.
Sahat menilai aturan HET untuk minyak goreng curah justru membuat persoalan semakin semrawut. Pasalnya, banyak provinsi yang sebelumnya tak menjual minyak goreng curah.
"Dibuat HET minyak goreng curah, padahal di republik ini 34 provinsi, delapan provinsi tidak mengenal minyak goreng curah. Kelimpungan tidak logistik. Bagaimana provinsi yang tidak pernah dapat minyak goreng curah, setelah dipetakan, masalahnya luar biasa," tutup Sahat.
(bir/aud)