Pengusaha sekaligus Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mempertanyakan penetapan tersangka rekannya dalam kasus ekspor CPO (minyak sawit).
Bahkan, ia curiga banyak pengusaha yang akan menyusul menjadi tersangka korupsi apabila dasar hukum yang digunakan upaya mendekati pejabat untuk penerbitan surat persetujuan ekspor (PE).
"Mungkin ada 20-an produsen itu kalau semua dijadikan tersangka berdasarkan foto karena mereka menunggu hingga pukul 04.00 WIB di kantor kementerian. Akan lebih banyak itu nanti," ujarnya di acara Buka Puasa Bersama dengan Media di Ayana Midplaza, Jakarta, Selasa (19/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia memastikan tidak ada manipulasi dalam penerbitan persetujuan ekspor CPO, mengingat ketentuan yang diterapkan pemerintah sangat ketat.
"Saking ketatnya (ketentuan) dan semua dilakukan manual, makanya ditungguin sampai pagi, yang menunggu pun banyak, bukan cuma tiga produsen," katanya.
Selain itu, aturan domestic market obligation (DMO) 20 persen CPO ke pasar dalam negeri pun sudah dipenuhi untuk mendapatkan persetujuan ekspor. Ia menyinggung soal 419 ribu ton DMO sesuai pernyataan pemerintah.
"Pemerintah mengaku dapat 419 ribu ton DMO, kalikan lima, berarti sekitar 2,2 juta ton. Apakah ekspor kita pada saat itu (12 Februari-4 Maret 2022) sudah 2,2 juta? Hitung saja, silakan. Mana ada ekspor 2,2 juta?" tutur Sahat.
Menurutnya, penetapan tersangka terhadap rekan-rekannya menyakiti kerja keras yang dilakukan produsen dan pengusaha selama ini. Ia pun mengancam mundur dari program minyak goreng subsidi yang diinisiasi Kementerian Perindustrian.
Apalagi, dalam program minyak goreng subsidi, produsen sempat terkendala dalam mengklaim pembayaran. "Sekarang sudah mengajukan pembayaran, tapi karena belum ada verifikasi jadi 80 persen dulu itu yang dibayar, sekitar 61 ribu ton periode 16-31 Maret, sekitar Rp300 miliar," tandas Sahat.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan empat tersangka dalam kasus pemberian fasilitas ekspor CPO. "Jaksa penyidik menetapkan tersangka dengan perbuatan melawan hukum yang dilakukan tersangka," kata Jaksa Agung ST Burhanuddin kepada wartawan.
Tersangka diduga bermufakat jahat dengan pemohon untuk memproses penerbitan persetujuan ekspor. Dalam hal ini, Kemendag mempunyai kewenangan untuk memberikan izin ekspor.
Selain IWW dari Kemendag, Kejagung juga menetapkan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia berinisial MPT, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) berinisial SMA, dan General Manager PT Musim Mas berinisial PT sebagai tersangka.
Menurut Burhanuddin, IWW sebagai pejabat di Kemendag menerbitkan izin dengan melawan hukum terkait persetujuan ekspor kepada tiga perusahaan itu.
Penyidik sebelumnya mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Prin17/F.2/Fd.2/04/2022 tanggal 4 April 2022.
Ia memaparkan penyelidikan oleh jaksa telah dilakukan sejak 14 Maret 2022. Selama penyelidikan, jaksa telah memeriksa 14 saksi dan dokumen surat terkait pemberian fasilitas ekspor.