Saudi Aramco menggeser posisi Apple sebagai perusahaan paling berharga di dunia. Hal ini terjadi karena lonjakan harga minyak yang mendorong saham perusahaan tersebut.
Mengutip AFP, Kamis (12/5), valuasi pasar Aramco bernilai US$2,42 triliun lebih tinggi dibandingkan valuasi Apple yang sebesar US$2,37 triliun pada penutupan perdagangan Rabu (11/5) kemarin.
Sementara itu, meski terjadi penurunan harga saham, Apple melaporkan dalam tiga bulan pertama ini laba yang mereka peroleh meningkat seiring dengan penguatan permintaan konsumen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Namun kebijakan lockdown di China akibat covid-19 dan masalah pasokan bahan baku akan mengurangi laba pada kuartal II 2022 sampai US$4 hingga US$8 miliar.
"Keterbatasan pasokan yang disebabkan oleh covid-19 dan kekurangan silikon di seluruh industri mempengaruhi kemampuan kami untuk memenuhi permintaan pelanggan akan produk kami," kata Chief Financial Officer Apple Luca Maestri dalam konferensi dengan para analis.
Adapun Saudi Aramco baru baru ini melaporkan lonjakan laba bersih sebesar 124 persen pada tahun lalu.
"Ketika ekonomi dunia mulai pulih dari pandemi covid-19, laba bersih Aramco meningkat 124 persen menjadi US$110 miliar pada 2021, dibandingkan dengan US$49 miliar pada 2020," kata perusahaan itu.
Saudi Aramco sebagai salah satu pengekspor minyak mentah utama dunia telah berada di bawah tekanan untuk meningkatkan produksi karena invasi Rusia ke Ukraina dan sanksi berikutnya terhadap Moskow telah mengguncang pasar energi global.
Presiden dan CEO Aramco Amin Nasser memperingatkan bahwa prospek perusahaan tetap tidak pasti sebagian karena faktor geopolitik.
"Kami terus membuat kemajuan dalam meningkatkan kapasitas produksi minyak mentah kami, melaksanakan program ekspansi gas kami dan meningkatkan kapasitas cairan ke bahan kimia kami," kata Nasser.
Mengenai hasilnya pada 2021, dia mengakui bahwa kondisi ekonomi telah meningkat pesat. Ini dilihat dari permintaan minyak yang meningkat dan harga kembali pulih setelah berada di posisi terendah pada 2020.
Adapun inflasi dapat menyebabkan penurunan konsumsi, mengurangi permintaan minyak, sementara saham teknologi dapat terus terseret oleh kekhawatiran investor atas biaya perusahaan, kenaikan suku bunga, dan kesengsaraan rantai pasokan.