Pemerintah memutuskan tak mengerek tarif listrik untuk golongan bisnis dan industri pada bulan depan.
Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan sektor industri dan bisnis belum pulih sepenuhnya. Jika tarif listrik dua sektor itu dinaikkan, maka pemerintah khawatir akan berdampak buruk bagi operasional perusahaan.
"Kami ambil kebijakan untuk tidak menaikkan (tarif listrik) di sektor bisnis dan industri," ucap Rida dalam konferensi pers, Senin (13/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengakui mal sekarang memang sudah ramai. Namun, hasil survei menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat hanya jalan-jalan atau sekadar berkumpul dengan teman, bukan untuk berbelanja.
"Jadi kami simpulkan sektor bisnis dan industri belum sepenuhnya pulih," terang Rida.
Sejauh ini, pemerintah hanya menaikkan tarif listrik pelanggan rumah tangga R2 dengan daya listrik 3.500 VA sampai 5.500 VA dan R3 dengan daya 6.600 VA ke atas. Kenaikan ini mulai dilakukan per 1 Juli 2022.
Kemudian, kenaikan tarif listrik juga berlaku bagi kantor pemerintahan golongan P1 dengan daya 6.600 VA sampai 200 kVA, P2 dengan daya di atas 200 kVA, dan P3.
"Jadi tarif listrik yang disesuaikan adalah R2, R3, P1, P2, dan P3 saja," ungkap Rida dalam konferensi pers, Senin (13/6).
Sementara, tarif listrik untuk rumah tangga akan naik dari Rp1.444,7 per kWh menjadi Rp1.699 per kWh. Dengan kata lain, biaya listrik akan naik 17,64 persen.
Tarif itu juga berlaku bagi kantor pemerintahan golongan P1 dengan daya 6.600 sampai 200 kVA dan P3.
Namun, untuk kantor pemerintahan golongan P2 dengan daya lebih dari 200 kVA, tarif listrik akan naik 36,61 persen dari Rp1.114,7 kWh menjadi Rp1.522 kWh.
Menurut dia, kenaikan tarif listrik hanya berdampak 0,01 persen terhadap inflasi. Hal itu berdasarkan hitungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Dampak ke inflasi 0,01 persen, tidak terlalu berdampak," tutup Rida.