Asosiasi Kabupaten Penghasil Sawit Indonesia (AKPSI) meminta pemerintah mengerek harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit maksimal dua minggu ke depan.
"Pertama, (AKPSI) meminta kepada pemerintah pusat untuk segera melakukan normalisasi harga TBS sawit, paling lambat dua minggu ke depan melalui tata kelola ekspor CPO dengan memperhatikan kepentingan perkebunan perusahaan dan pemerintah," ujar Ketua Umum AKPSI Yulhaidir pada acara Rapat Koordinasi Audit Perkebunan Sawit Se-Indonesia, Kamis (7/7).
Yulhaidir juga meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menyampaikan salinan akta notaris tentang pernyataan perusahaan untuk membangun kebun masyarakat sebesar 20 persen dari luas hutan yang digunakan sebagai perkebunan kelapa sawit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan AKPSI akan mendukung keputusan pemerintah untuk mengaudit sektor hulu dan hilir kelapa sawit. Hal ini untuk memetakan seberapa luas perkebunan sawit di RI.
Berikut daftar lengkap rekomendasi AKPSI untuk pemerintah:
1. Meminta kepada pemerintah pusat untuk segera melakukan normalisasi harga TBS sawit, paling lambat dua minggu ke depan melalui tata kelola ekspor CPO dengan memperhatikan kepentingan perkebunan perusahaan dan pemerintah.
2. AKPSI mendukung dengan sepenuhnya kebijakan pemerintah dalam melakukan audit sektor hulu dan hilir kelapa sawit oleh BPKP dengan melibatkan pemerintah kabupaten penghasil sawit dalam proses audit.
3. Meminta kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menyampaikan salinan akta notaris yang dilegalisir tentang pernyataan perusahaan untuk membangun kebun masyarakat sebesar 20 persen dari luas hutan yang dilepaskan untuk perkebunan kelapa sawit.
Selain itu, AKPSI juga meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyerahkan salinan surat keputusan tentang izin pelepasan hutan kepada masing-masing bupati kabupaten penghasil sawit se-Indonesia dalam rangka percepatan realisasi pembangunan kebun plasma masyarakat.
4. Meminta kepada Kementerian ATR untuk tidak memproses hak guna usaha perusahaan sebelum menyampaikan kesanggupan pembangunan kebun masyarakat bersamaan dengan pembangunan kebun inti dengan melampirkan surat keputusan Bupati tentang calon lahan dan calon petani kebun masyarakat.
5. Meminta kepada Kementerian ATR untuk menyampaikan salinan dokumen hak guna usaha dan hak guna bangunan kepada bupati kabupaten penghasil sawit sesuai dengan wilayahnya.
6. Meminta kepada pemerintah pusat segera menerbitkan peraturan pemerintah dan peraturan menteri keuangan terkait dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
7. Meminta kepada pemerintah pusat untuk memberikan kewenangan kepada kabupaten penghasil sawit retribusi produksi TBS minimal Rp25 per kg.
8. Meminta kepada Kementerian Pertanian untuk melakukan revisi Peraturan Menteri Pertanian nomor 01/Permentan/KB.120/I/2018 tentang Pedoman Penetapan TBS Kelapa Sawit Produksi Perkebunan dengan memasukkan komponen cangkang dan kernel dalam perhitungan penentuan harga TBS.
9. Meminta kepada pemerintah pusat memasukkan pembentukan undang-undang terkait kelapa sawit dalam Prolegnas Prioritas 2023. Aturan itu akan memuat tentang tata kelola sawit nasional, pembentukan badan pengelola kelapa sawit, mengatur tata niaga kelapa sawit dari hulu sampai hilir serta kewenangan kabupaten dalam pemberian izin pengawasan dan pemungutan retribusi.
10. Meminta kepada pemerintah pusat untuk meminta seluruh perusahaan besar kelapa sawit membuka akses data dan legalitas perizinan kepada kepala daerah penghasil sawit.
11. Meminta kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mencantumkan kewajiban perusahaan penerima izin pelepasan kawasan hutan mengurus hak guna usaha paling lambat enam bulan sejak diterbitkan surat keputusan izin pelepasan kawasan hutan.
12. Meminta kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit setelah memperoleh izin pelepasan kawasan hutan untuk merealisasikan pembangunan kebun plasma masyarakat di lahan yang dilepaskan. Kemudian, perusahaan harus mengurus hak guna usaha dengan membayar kewajiban Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) paling lambat enam bulan sejak diterimanya surat keputusan pelepasan kawasan hutan.
13. Dalam rangka memudahkan koordinasi perkebunan kelapa sawit antara pemerintah dan kabupaten asosiasi kelapa sawit dan pengusaha sawit, maka AKPSI meminta kepada pemerintah agar mewajibkan seluruh perusahaan sawit bergabung dalam satu organisasi.
(tdh/aud)