Pengamat migas Sofyano Zakaria menilai BBM bersubsidi seperti Pertalite dan Solar di SPBU hingga hari ini tidak tepat sasaran. Dia pun menilai Pertalite dan Solar harus diarahkan agar bisa dinikmati masyarakat kelas bawah.
"BBM subsidi harus benar-benar tepat sasaran," kata Sofyano yang juga Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) tersebut, dalam keterangannya, Jumat (26/8).
Pernyataan Sofyano itu sesuai data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang menyebut 80 persen kompensasi Pertalite dinikmati masyarakat mampu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Merujuk data Susenas, BBM subsidi memang tidak tepat sasaran. Dari total alokasi kompensasi Pertalite Rp93,5 triliun yang dianggarkan di APBN (sesuai Perpres 98), sebanyak 86 persen atau Rp80,4 triliun dinikmati rumah tangga dan sisanya 14 persen atau Rp13,1 triliun dinikmati dunia usaha.
Namun yang menjadi catatan penting, bahwa dari Rp80,4 triliun yang dinikmati rumah tangga, ternyata 80 persen di antaranya dinikmati rumah tangga mampu. Sisanya, hanya 20 persen dinikmati rumah tangga tidak mampu.
Sedangkan Solar, dari total subsidi dan kompensasi Rp143,4 triliun, 11 persen atau Rp15 triliun dinikmati rumah tangga dan sisanya 89 persen atau Rp127,6 triliun dinikmati dunia usaha.
Kemudian untuk kategori rumah tangga yang menikmati, sebanyak 95 persen merupakan rumah tangga mampu. Hanya 5 persen rumah tangga tidak mampu yang menikmati Solar subsidi.
Atas dasar itu, Sofyano memahami, upaya Pemerintah agar BBM bersubsidi tepat sasaran, di antaranya melalui penyesuaian harga Pertalite.
Meski begitu dia mengingatkan, bahwa kebijakan tersebut seperti buah simalakama. Di satu sisi akan berdampak terhadap daya beli masyarakat. Di sisi lain, meski bisa mengurangi beban anggaran, namun menaikkan harga Pertalite juga belum tentu menutup harga keekonomian.
"Makanya, harus ada kemauan politik untuk menetapkan siapa yang berhak atas BBM bersubsidi," lanjut dia.
"Tujuannya itu tadi, agar BBM subsidi benar-benar tepat sasaran," tambahnya.
Dengan demikian, menurut Sofyano, juga harus ada ketegasan, misal kendaraan-kendaraan mewah tidak boleh menggunakan BBM subsidi. Dalam hal ini, yang bisa dilakukan Pemerintah adalah melakukan pengawasan terhadap SPBU agar tidak melayani kendaraan mewah roda empat yang mengisi Pertalite.
"Jadi jika ada SPBU yang menjual Pertalite kepada mobil mewah, cabut saja izinnya. Dengan begitu maka subsidi BBM akan lebih tepat sasaran. Karena lebih mudah mengontrol SPBU daripada pemilik kendaraan mewah," saran Sofyano.
Lebih lanjut, menurut Sofyano, sudah saatnya Pemerintah mengampanyekan secara besar-besaran Gerakan Hemat BBM.
(osc)