Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenang momentum pengambilalihan PT Freeport Indonesia (PTFI) pada 2019 lalu. Saat itu, Jokowi memberikan syarat agar Freeport dapat memperpanjang masa operasinya di Tanah Air.
Syarat tersebut adalah membangun smelter atau pabrik pengolahan. Sebab, Jokowi mengaku sulit meminta Freeport untuk membangun smelter yang sudah diminta sejak 2014 silam.
"Dulu sulit menyuruh Freeport membuat smelter. Mundur-mundur saja. Ini (operasi) diperpanjang baru buat smelter (kata Freeport). Ndak-ndak kamu buat smelter, kita perpanjang," imbuh Jokowi dalam acara Sarasehan 100 Ekonom di Menara Bank Mega, Rabu (7/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nggak bisa juga (bangun smelter), nggak sambung-sambung (perpanjang kontrak)," terang dia.
Jokowi menyebutkan saat Freeport terus mengulur-ulur waktu pembangunan smelter, maka pemerintah memutuskan untuk mengakuisisi 51 persen saham menjadi milik negara. Saham tersebut terbagi 41 persen pemerintah pusat dan 10 persen atas nama rakyat Papua.
Setelah akuisisi dilakukan, pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas jadi memiliki kewenangan lebih menyuruh Freeport untuk membangun smelter.
Barulah, proses panjang terlampaui dan pembangunan smelter ditetapkan pada 2021 di Gresik, Jawa Timur. "Kita ambil saja akuisisi 51 persen (saham), setelah dapat 51 persen, (suruh) buat smelter, baru dibikin di Gresik," pungkasnya.
Pembangunan smelter yang sudah dimulai diharapkan bisa beroperasi pada 2024 mendatang. Jika berjalan sesuai rencana, maka bisa memberikan nilai tambah pada kinerja ekpor hingga mencapai US$30 miliar.
"Nanti bapak ibu akan lihat, setelah Gresik beroperasi 2024 keliatan berapa nilai tambah dari cooper yang sudah lebih dari 50 tahun kita ekspor mentahan. Raw material begitu juga bauksit setop (ekpornya) kira-kira mungkin akan muncul angka-angka di atas US$30 miliar. Entah dari nikel, cooper, bauksit, saya pastikan itu," jelas Jokowi.