Indonesia bisa melakukan impor energi baru dan terbarukan (EBT). Hal tersebut seiring dengan upaya pemerintah dalam melakukan transisi energi.
Ketentuan itu tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBT) yang diterima CNNIndonesia.com, Senin (10/10).
Dalam beleid itu, pemerintah menyiapkan transisi dan peta jalan pengembangan EBT. Khusus dalam Pasal 23, badan usaha dapat melakukan impor sumber energi baru, seperti nuklir, hidrogen, gas metana batu bara, dan batu bara tergaskan, serta energi baru lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Badan usaha dapat melaksanakan ekspor dan/atau impor sumber energi baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dengan tetap mengutamakan ketersediaan dan pemenuhan kebutuhan Energi dalam negeri," demikian bunyi Pasal 23 ayat (1) seperti dikutip pada Senin (10/10).
Selain impor, energi baru dan terbarukan juga bisa diekspor. Nah, namun sumber energi baru yang diekspor oleh badan usaha akan dikenai pungutan ekspor yang besarnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, untuk energi terbarukan, badan usaha diizinkan untuk mengekspor dan impor biomassa, limbah produk pertanian dan perkebunan, dan limbah atau kotoran hewan ternak.
Kegiatan ekspor impor ini dilakukan dengan tetap mengutamakan ketersediaan dan pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri.
Khusus untuk impor, badan usaha juga diizinkan untuk mengimpor sumber energi terbarukan jenis sampah, dengan tetap mengutamakan pemanfaatan sumber energi terbarukan yang telah tersedia di dalam negeri.
Berdasarkan Pasal 38 ayat (3), sumber energi terbarukan yang diekspor dikenai pungutan ekspor yang besarnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adapun ekspor dan/atau impor sumber energi terbarukan dilakukan oleh badan usaha yang telah memenuhi Perizinan Berusaha dari pemerintah pusat.