Survei Kemenhub: Pendapatan dan Biaya Operasional Ojol Hampir Sama

CNN Indonesia
Selasa, 11 Okt 2022 10:01 WIB
Survei Kemenhub mencatat pendapatan per hari pengemudi ojek online (ojol) hampir sama dengan biaya operasionalnya.
Survei Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan mencatat pendapatan per hari pengemudi ojek online (ojol) hampir sama dengan biaya operasionalnya. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia --

Survei Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mencatat pendapatan per hari pengemudi ojek online (ojol) hampir sama dengan biaya operasionalnya.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno yang mendapatkan salinan dokumen survei tersebut.

"Pendapatan per hari pengemudi hampir sama dengan biaya operasionalnya. Terbanyak rata-rata pendapatan per hari Rp50 ribu-Rp100 ribu (50,10 persen) dan biaya operasional per hari terbanyak kisaran Rp50 ribu-Rp100 ribu (44,10 persen)," ujar Djoko dalam keterangan resmi, Selasa (11/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Survei yang sama juga menemukan bahwa pesanan turun setelah kenaikan tarif ojol yang berlaku mulai Minggu (11/9) lalu.

Tercatat, banyaknya pesanan sebelum pemberlakuan tarif baru 5-10 kali (46,88 persen) dan sesudah pemberlakuan tarif kurang dari 5 kali (55,65 persen).

Responden pengemudi juga mengaku jarang mendapatkan bonus (52,08 persen) dari aplikator dan sebagian besar menyatakan tidak pernah (37,40 persen) mendapatkan bonus dari aplikator. Sementara, untuk mendapatkan tip dari penumpang juga jarang (75,79 persen).

"Dengan pemberlakuan tarif baru, sebagian pengguna jasa ojek online mengurangi penggunaan dan tak sedikit yang berpindah ke angkutan lain," ujar akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata ini.

Djoko menilai transportasi daring bisnis gagal. Pasalnya, pengemudi kerap mengeluh dan demo. Sementara, pengemudi ojek daring sebagai mitra tidak akan merasakan peningkatan pendapatannya karena tergerus oleh potongan-potongan fasilitas aplikasi yang sangat besar

Kegagalan bisnis transportasi daring juga terlihat dari pendapatan yang diperoleh mitranya atau driver ojek daring.

"Pendapatan rata-rata driver ojek daring di bawah Rp 3,5 juta per bulan dengan lama kerja 8 -12 jam sehari dan selama 30 hari kerja sebulan tanpa adanya hari libur selayaknya mengacu aturan ketenagakerjaan yang sudah diatur oleh Kementerian Tenaga Kerja," terangnya.

Hal ini tidak sesuai dengan janji aplikator angkutan berbasis daring di mana pada 2016 mencapai Rp 8 juta per bulan.

"Sulit rasanya menjadikan profesi pengemudi ojol menjadi sandaran hidup. Pasalnya, aplikator tidak membatasi jumlah pengemudi, menyebabkan ketidakseimbangan supply dan demand," terang Djoko.

Oleh karena itu, Djoko mendorong pemerintah agar membuatkan aplikasi transportasi dari di mana operasionalnya diserahkan ke daerah.

"Seperti halnya yang dilakukan Pemerintah Korea Selatan membuat aplikasi untuk usaha taksi. Dalam upaya untuk melindungi sopir taksi yang kebanyakan tidak berbahasa Inggris dan rata-rata sudah berusia tua," ujarnya.

Survei tersebut merupakan tindak lanjut dari Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 667 Tahun 2022 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi.

Survei dilakukan pada 13 - 20 September 2022 secara online terhadap 2.655 responden masyarakat pengguna ojek online dan 2.016 responden mitra ojek online. Tujuannya untuk mengetahui persepsi masyarakat pengguna dan pengemudi ojek online terhadap penyesuaian biaya jasa (tarif) ojek online.

[Gambas:Video CNN]



(sfr/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER