Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) telah mengurangi jam kerja karyawan. Hal ini dilakukan untuk menjaga efisiensi industri di tengah menurunnya permintaan pasar ekspor.
Ketua Umum API Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengungkapkan, tak hanya pengurangan jam kerja, industri TPT juga telah merumahkan 45 ribu karyawan sepanjang 2022.
"Pengurangan jam kerja sudah mulai terjadi dan potensi PHK sudah dapat dirasakan. Perkiraan 45 ribu karyawan sudah mulai dirumahkan," ujar Jemmy kepada CNNIndonesia.com, Rabu (26/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jemmy mengatakan kondisi global yang tak stabil membuat permintaan pasar ekspor seperti Eropa dan Amerika Serikat menurun tajam. Penurunan permintaan berada di kisaran 30 persen sejak akhir Agustus 2022.
"Bilamana kondisi ini berlanjut, angka (karyawan dirumahkan) yang lebih besar akan terjadi," ujar Jemmy.
Melihat kondisi seperti itu, Jemmy berharap pemerintah melindungi pasar dalam negeri dari gempuran produk impor, sehingga bisa diisi oleh produsen dalam negeri.
Dalam kesempatan terpisah, Wakil Ketua Kadin Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta Kamdani memprediksi sektor padat karya akan melakukan PHK. Hal ini terjadi lantaran permintaan yang menurun.
"Jadi, padat karya untuk dipertahankan karyawannya itu sulit. Bahkan, mereka berupaya untuk tidak melakukan PHK, tapi sekali lagi, ini sulit. Karena permintaan dan pasarnya menurun signifikan, jadi mereka banyak melakukan efisiensi," ujar Shinta dalam Bincang Bersama BKPM, Bappenas, dan Kadin, seperti dilansir Antara, Selasa (25/10).
Hal itu juga dibenarkan oleh Ketua Apindo bidang Kebijakan Publik Danang Girindrawardana. Ia menilai gelombang PHK bisa terjadi karena lima hal.
Pertama, risiko resesi yang akan mengakibatkan daya beli menurun. Kedua, permintaan menurun. Misalnya, permintaan ekspor di industri padat karya yang didorong oleh situasi geopolitik global.
Ketiga, tuntutan efisiensi produksi di sektor padat karya, yang mendorong pergantian tenaga manusia ke mesin otomatisasi. Keempat, kendala rantai pasok global, seperti ketergantungan terhadap bahan baku dari negara lain.
Lihat Juga : |
Kelima, perubahan kebijakan pemerintah yang bisa jadi berorientasi dagang yang mengalahkan pertumbuhan industri dalam negeri. "Nah, sekarang industri padat karya Indonesia menghadapi situasi-situasi itu," terang Danang.
Tentu, sambung dia, Indonesia bisa kalah berkompetisi dengan negara-negara Asean yang lain jika tidak berhasil mengatasi lima kendala tersebut.
"Negara-negara lain sangat cepat tumbuh ekonomi, sektor padat karya, juga padat teknologi. Misalnya, Bangladesh, Kamboja, Vietnam, Thailand, Malaysia. Mereka juga menghadapi situasi yang sama," tandasnya.