Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) merespons wacana kripto yang akan diawasi atau diatur Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Aturan tersebut digodok dalam Rancangan Undang-undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK).
Selama ini, kripto diatur oleh Bappebti. Tapi, dalam RUU PPSK aset kripto masuk sebagai inovasi teknologi sektor keuangan (ITSK). Konsekuensinya, pengawasan dan regulasi aset kripto OJK dan Bank Indonesia (BI).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Plt Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko mengaku mendukung keputusan pemerintah nantinya. Dengan catatan, kripto tetap sebagai komoditas bukan mata uang.
"Nantinya pemerintah akan memindahkan aset kripto ke OJK, tapi tidak seketika saat RUU PPSK diundangkan. Jadi, ada masa peralihan," katanya, Rabu (2/11).
Didid menjelaskan dalam masa peralihan yang diperkirakan selama 5 tahun tersebut, Bappebti akan mecoba membuat peraturan tata kelola. Tujuannya, agar ekosistem kripto bisa tetap berkelanjutan (sustain) meski nantinya beralih ke OJK.
Namun, Didid menolak narasi bahwa Bappebti tidak kompeten dalam mengelola kripto selama ini hingga akhirnya harus dialihkan ke OJK. Ia menunjukkan bahwa pelanggan aset kripto hingga akhir Oktober sudah mencapai 16,1 juta pelanggan.
Bappebti memang belum bisa membentuk bursa aset kripto, tapi Didid menjelaskan pihaknya sedang mengupayakan realisasi hal itu dalam waktu dekat.
Paling tidak dalam masa transisi sebelum resmi beralih ke OJK.
"Pemerintah harus memastikan pengelolaaan aset kripto ini berjalan dengan baik. Siapapun itu mari kita jaga sama-sama, apakah ada di Bappebti, OJK, atau apa pun nanti harus tetap sustain," tegasnya.
Di lain sisi, Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menjelaskan bahwa Bappebti sudah punya peraturan ideal soal kripto. Jadi, harus dilibatkan dengan RUU PPSK tersebut.
"Maka, RUU PPSK idealnya disinkronkan dengan pengaturan di dalam Perba 8/2021 karena sama-sama bicara soal aturan aset kripto. Jangan ada dualisme antara Bappebti dengan otoritas lainnya, karena bisa menghambat pengembangan aset kripto," katanya dalam acara yang sama.
Selama penyusunan RUU berlangsung, arah pengaturan RUU PPSK terkait aset kripto dinilai menimbulkan kebingungan atas posisi aset kripto di bawah OJK dan BI sebagai mata uang, atau tetap sebagai komoditas.
Di lain sisi, BI tengah menyusun CBDC (Central Bank Digital Currency) atau rupiah digital dalam RUU PPSK.