Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan Phillip Morris dan Bentoel berniat investasi rokok elektrik di Indonesia.
Hal itu diungkapkan Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar (Mintegar) Kemenperin Edy Sutopo dalam diskusi bertema Standardisasi Kualitas Produk Rokok Elektrik Untuk Keamanan Konsumen di Ruang Rajawali, Kemenperin, Kamis (3/11).
"Banyak memang investasi yang akan masuk ke Indonesia. Sepengetahuan kami, memang yang sudah akan masuk ke Indonesia ini dari grupnya Philip Morris, kemudian grup Bentoel. Kira-kira grup besar itu yang menyatakan akan investasi, sampai penelusuran kepada kami, dua itu yang sudah kami ketahui," kata Edy.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia melihat rokok elektrik memang sebagai sebuah peluang investasi. Berdasarkan data yang dipaparkan Edy, perkembangan konsumen rokok elektrik di Indonesia cukup pesat.
Sejak muncul pertama kali di Indonesia pada 2010, rokok elektrik mulai berkembang pesat empat tahun kemudian dan mulai dikenakan cukai pada 2018.
Pada 2018, kontribusi cukai rokok elektrik ini mencapai 98,9 persen dan meningkat sangat pesat pada 2021 menjadi 629,3 persen. Dengan kata lain, rata-rata setiap tahunnya naik 84,2 persen.
Untuk saat ini, Edy merinci ada sekitar 2,2 juta pengguna hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL), termasuk rokok elektrik.
"Tentunya dengan perkembangan yang sangat besar, itu merupakan suatu peluang usaha yang juga banyak menyerap tenaga kerja dan investasi. Tentunya pemerintah perlu memberi perhatian perkembangan ini," ujarnya.
Kendati demikian, Edy enggan menyebut berapa nilai potensi investasi yang bakal dilakukan Philip Morris dan Bentoel.
Selain dua nama besar itu, sebenarnya ada beberapa pihak lain yang sedang dalam tahap komunikasi. Namun, Edy menjelaskan untuk tahap tersebut belum final. Setidaknya ada kurang dari 10 yang masih dalam tahap komunikasi.
Sebelumnya, produsen rokok elektrik asal China Smoore International dilaporkan siap membangun pabrik di Malang, Jawa Timur, dengan nilai investasi sebesar US$80 juta atau sekitar Rp1,2 triliun.
Pabrik yang dibangun dengan luas tanah 6 hektare ini merupakan pabrik ke-14 yang dibangun oleh Smoore International.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia pun menghadiri peresmian fasilitas produksi perusahaan itu di bawah nama PT Smoore Technology Indonesia (STI).
"Kami harap investasi ini dapat terealisasi dengan baik dan memberikan manfaat bagi banyak pihak, serta berkontribusi pada pertumbuhan perekonomian nasional, khususnya bagi perekonomian di Kabupaten Malang melalui penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar," ujar Presiden Direktur PT STI Clayton Shen pada Juni lalu.
Pabrik ini nantinya terdiri dari 16 lini produksi alto pods dengan teknologi canggih dan mampu memproduksi 7.200 unit setiap lini per jam dan perkiraan nilai produksi sebesar US$860 juta per tahun.