Rincian Ekspor yang Buat Neraca Dagang RI Surplus 30 Bulan Tanpa Henti
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor Indonesia per Oktober 2022 naik 0,13 persen ke US$24,81 miliar dari bulan sebelumnya sebesar US$24,78 miliar. Jika dibandingkan Oktober 2021, nilai ekspor RI naik 12,30 persen.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto merinci capaian ekspor Indonesia pada bulan ini yang ikut menyumbang surplus US$5,67 miliar atau setara dengan Rp88,25 triliun (asumsi kurs Rp15.565 per dolar AS) secara bulanan pada Oktober 2022.
"Jadi neraca perdagangan mencatat surplus sebesar US$5,67 miliar. Jadi neraca perdagangan sampai Oktober 2022 ini membukukan surplus selama 30 bulan berturut-turut sejak Mei 2020," papar Setianto dalam konferensi pers, Selasa (15/11).
Kinerja meningkat karena ekspor minyak dan gas (migas) naik 4,93 persen dari bulan sebelumnya yang US$1,31 miliar menjadi US$1,38 miliar. Namun, ekspor nonmigas turun 0,14 persen dari US$23,47 miliar menjadi US$23,43 miliar.
Peningkatan ekspor migas disebabkan oleh meningkatnya ekspor hasil minyak 9,02 persen menjadi US$324,6 juta dan gas 8,34 persen menjadi US$921,2 juta. Kendati demikian, ekspor minyak mentah turun 20,43 persen menjadi US$129,3 juta.
Setianto memaparkan ekspor Indonesia per Oktober 2022 mencapai US$24,81 miliar. Rinciannya adalah US$17,04 miliar dari industri pengolahan, US$5,97 miliar dari tambang dan lainnya, US$1,38 miliar dari migas, dan sisanya dari pertanian, kehutanan, dan perikanan.
Secara spesifik, ekspor nonmigas menyumbang 94,46 persen dari total ekspor Oktober 2022. Peningkatan terbesar dari ekspor nonmigas dicatat oleh lemak dan minyak hewan atau nabati sebesar US$437,1 juta; bahan bakar mineral US$282,7 juta; besi dan baja US$165,9 juta; bahan kimia anorganik US$61,9 juta; dan kapal, perahu, dan struktur terapung US$47,2 juta.
Sementara, penurunan terbesar ekspor nonmigas menimpa sektor bijih, logam, terak, dan abu sebesar US$407,7 juta; mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya US$79,7 juta; pulp dari kayu US$74,4 juta; produk kimia US$55,9 juta; dan kayu dan barang dari kayu US$52,2 juta.
Berdasarkan negara tujuan ekspor, peningkatan terjadi di India (US$368,8 juta), Pakistan (US$171,6 juta), China (US$92,5 juta), Spanyol (US$78,9 juta), dan Thailand (US$64,8 juta).
"Peningkatan ekspor non-migas terbesar, utamanya untuk India, yang meningkat US$368,8 juta month to month (mtm). Peningkatan terbesar terjadi pada komoditas bahan baku mineral; besi dan baja; dan pupuk," ujar Setianto.
Lalu, lima negara dengan penurunan ekspor terbesar Indonesia adalah Malaysia (US$286,9 juta), Filipina (US$110,7 juta), Jepang (US$99 juta), Hong Kong (US$95,3 juta), dan Korea Selatan (US$84,1 juta).
"Untuk penurunan ekspor nonmigas terbesar ke Malaysia, penurunannya US$286,9 juta mtm. Dengan penurunan terbesar untuk komoditas bijih, terak, dan abu logam; berbagai produk kimia; besi dan baja," paparnya.
Sejauh ini, China masih mendominasi pasar ekspor RI senilai US$6,25 miliar atau 26,65 persen. Lalu, ekspor ke India sebesar US$2,12 miliar atau 9,04 persen dan AS US$2,07 miliar alias 8,83 persen.
"Tadinya AS selalu nomor dua, saat ini bertukar tempat dengan India ke nomor tiga," ujar Setianto.
Untuk kawasan ASEAN, ekspor Indonesia membukukan US$4,23 miliar atau setara 18,03 persen pangsa pasar. Sementara di Uni Eropa mencapai US$1,81 miliar alias 7,74 persen.
Secara kumulatif, nilai total ekspor Indonesia Januari-Oktober 2022 mencapai US$244,14 miliar. Nilai tersebut naik 30,97 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, yakni US$186,41 miliar.