Dewan Eksekutif Dana Moneter Internasional (IMF) belum sepakat soal rencana penangguhan biaya tambahan pinjaman yang dikumpulkan dari negara yang berutang.
Sebagian besar dana tersebut diambil dari negara berpenghasilan menengah dan rendah untuk pinjaman dengan tenor yang panjang.
Mengutip CNA, Selasa (13/12) petinggi IMF berkumpul pada Senin kemarin untuk membahas hal tersebut namun gagal dalam mengambil keputusan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Juru bicara IMF mengatakan dewan eksekutif membahas potensi perubahan kebijakan terhadap saldo cadangan (precautionary balances) para pemberi pinjaman global.
Pembahasan ini dilakukan selama peninjauan rutin, namun hingga akhir pertemuan tetap tidak ada konsensus untuk meninjau lebih jauh kebijakan biaya tambahan pinjaman.
"Secara keseluruhan, pandangan tentang perubahan kebijakan biaya tambahan terus berbeda, termasuk manfaat pengabaian biaya tambahan sementara," kata juru bicara tersebut.
Argentina, Pakistan, dan negara yang berutang lainnya mendesak IMF membebaskan biaya tambahan pinjaman yang diperkirakan mencapai US$4 miliar atau Rp62,6 triliun (asumsi kurs Rp15.665). Biaya tersebut di luar pembayaran bunga dan biaya lainnya sejak awal pandemi covid-19 hingga akhir 2022.
Selain itu, Amerika Serikat, Jerman dan Swiss, serta negara ekonomi maju juga menolak perubahan model pembiayaan dalam bentuk apapun. Sebab, menurut mereka, dana tersebut tidak boleh mengubah model pembiayaan pada saat ekonomi global menghadapi tantangan besar.
Sampai saat ini, tidak ada data rinci yang dipublikasikan, tetapi IMF berjanji akan memberikan pernyataan sekaligus laporan lengkap terkait pertimbangan dewan mengenai penangguhan biaya tambahan pinjaman.
Kepala Pusat Kebijakan Pembangunan Global Universitas Boston Kevin Gallagher mengatakan petinggi IMF harus memikirkan kembali tantangan mereka dengan mempertimbangkan prospek ekonomi global.
"Ini adalah waktu yang paling penting untuk menilik kembali model bisnis yang cacat secara fundamental, di mana IMF menghasilkan pendapatan dengan mengenakan pajak kepada mereka yang paling membutuhkan," kata Gallagher.
Kendati demikian, menurut Kevin, perlu dicatat bahwa para pemegang saham IMF gagal untuk langsung menolak peninjauan kembali terkait penangguhan biaya tambahan pinjaman.
"Satu hikmahnya adalah bahwa pemegang saham terbesar IMF tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk langsung menghentikan proposal tersebut," katanya.