
BPKH Bongkar Hitung-hitungan Nilai Manfaat yang Terancam Defisit 2025

Ketua Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah mengungkapkan jika pemerintah bersikukuh mengalokasikan penggunaan nilai manfaat serupa dengan tahun lalu, maka besar peluang pada 2025 dana nilai manfaat akan habis.
Menurutnya, nilai manfaat ini didapatkan dari pertumbuhan aset akibat penundaan keberangkatan haji pada 2020-2021 karena pandemi Covid-19. Pertumbuhan aset ini mencapai Rp20 triliun. Sementara, total dana haji yang dikelola adalah Rp167 triliun.
Ia menjelaskan jika nilai manfaat yang digunakan tahun ini serupa tahun lalu dengan jumlah jemaah yang berangkat sekitar 200 ribu, maka butuh sekitar Rp12 triliun diambil dari nilai manfaat.
"Asumsi tadi jika 2021 akhir terdapat Rp20 triliun saldo penumpukan akibat ketidakberangkatan (haji) 2020-2021, maka 2022 sudah diambil saldo simpanannya (Rp5-6 triliun) menjadi sisa sekitar Rp15 triliun," kata Fadlul dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VIII DPR di Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (26/1).
"Kemudian di 2023 asumsi (jumlah jemaah) dua kali lipat, yang dialokasikan maka Rp12 triliun. Maka otomatis mengambil simpanan yang dipupuk sebesar Rp12 triliun, maka saldonya itu relatif di kisaran Rp3 triliun," sambungnya.
Sisa dana dengan kisaran Rp3 triliun ini akan dialokasikan untuk keberangkatan jemaah pada 2024. Fadlul mengasumsikan jika tidak ada perubahan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), maka akan terjadi kekurangan sebesar Rp9 triliun.
"Asumsi tanpa ada kenaikan BPIH maka artinya 2024 dengan biaya (nilai manfaat) sebesar Rp12 triliun, ada sekitar Rp9 triliun yang diambil dari dana pokok pengelolaan yang selama ini dikelola. Ini dengan asumsi memasukkan semua nilai manfaat tahun berjalan," ucap Fadlul.
Ia mengakui bahwa saat ini kondisi keuangan BPKH dalam taraf relatif aman. Sebab, rasio likuiditasnya mencapai 2,2 kali biaya perjalanan ibadah haji (PIH) atau 0,2 lebih tinggi dari batas minimum yang ditetapkan.
"Secara finansial keuangan haji yang dikelola BPKH saat ini mendapatkan rasio likuiditas yang ditentukan, artinya biaya pemberangkatan haji dapat dicover 2 kali yang diwajibkan," tegasnya.
Sebelumnya, Fadlul mengungkapkan potensi habisnya nilai manfaat yang ditabung sepanjang 2020-2021 jika pemerintah sepakat tak menaikkan biaya haji tahun ini.
Ia memperkirakan dengan asumsi persentase seperti tahun lalu yaitu 60 persen nilai manfaat dan 40 persen biaya perjalanan ibadah haji (Bipih), maka dana yang dikelola bakal habis pada 2025.
"Kalau kita hitung berdasarkan hitungan kita, kalau memang kita harus memenuhi asumsi Bipihnya itu nilainya sama kayak tahun lalu, itu kita hitung, simpanan hasil investasi yang kita dapatkan akibatkan tidak berangkat dari 2020-2021 akan tergerus dan akan habis di 2025," kata Fadlul di Jakarta Pusat, Selasa (24/1).
[Gambas:Video CNN]