Dewan Sawit Minta Menkeu Hapus Bea Keluar Menjelang Lebaran

CNN Indonesia
Rabu, 08 Feb 2023 15:04 WIB
Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) mendorong agar Kementerian Keuangan menghapus bea keluar atas ekspor sawit menjelang Lebaran Idulfitri 2023. (ANTARA FOTO/SYIFA YULINNAS).
Jakarta, CNN Indonesia --

Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) mendorong agar Kementerian Keuangan menghapus bea keluar atas ekspor sawit menjelang Lebaran Idulfitri 2023.

Saat ini Kemenkeu menetapkan bea keluar ekspor crude palm oil (CPO) senilai US$52 atau Rp806 ribu (asumsi kurs Rp15.500) per ton.

Plt Ketua Umum DMSI Sahat M Sinaga menjelaskan produk CPO yang diekspor saat ini selain dikenai bea keluar namun juga dikenai pungutan ekspor senilai US$90 atau Rp1,3 juta per ton. Padahal, pasar secara global saat ini sedang lesu dan harga CPO milik Malaysia terhitung lebih murah.

"Jadi ekspor itu jangan dihalangi. Supaya tidak dihalangi, perlu pengorbanan, pengorbanan Kementerian Keuangan yaitu bea keluarnya yang sekarang US$52 per ton sementara dihapus, di-freeze. Ditunda sampai lebaran selesai," kata Sahat di Jakarta Pusat, Selasa (7/2).

Sahat menjelaskan ekspor produk sawit ini mesti didukung sebab ekspor ini lah yang menunjang produksi minyak goreng dalam negeri. Berdasar simulasi perhitungannya, rata-rata produsen harus menanggung beban Rp2.601 per liter untuk distribusi minyak goreng curah untuk distribusi dari pabrik ke warung-warung.

Sementara, untuk minyak goreng premium, produsen harus menanggung bebas Rp4.041 per liter untuk distribusinya.



"Selama ini kalau harga (migor) curah itu dari pabrik sampai ke lapangan itu ongkosnya Rp3.000 perak. Oleh karena itu, harga dari pabrik itu Rp11 ribu, maka produsen nombok Rp2.601 untuk menjual supaya (tetap) terjual Rp14 ribu," ucapnya.

Untuk menutup kerugian ini, menurutnya, para produsen minyak goreng banyak mengambil keuntungan dari ekspor sawit. Setidaknya, para produsen harus mengambil margin sebesar US$38 untuk bisa menutup kerugian ini.

"Itu artinya kalau kita tidak ekspor, runyam semua ini, nggak akan jalan (rantai produksinya)," tutur Sahat.

Sedangkan, saat ini kondisi ekonomi global yang sedang lesu membuat 6 juta ton CPO tidak bisa diekspor ke luar negeri. Dengan lesunya pasar dan ketiadaan insentif, Sahat menilai para pengusaha akan semakin kehilangan gairah untuk memproduksi minyak goreng.

Padahal, dua bulan lagi adalah Ramadhan dan cenderung mengalami permintaan yang tinggi. Akibatnya, harga minyak goreng berpotensi melonjak atau kelangkaan akan terjadi.

"Supaya bisa lancar minta tolong gotong royong dari Kemenkeu untuk legowo freeze dulu 3 bulan, dari Februari-April supaya kita tidak dipecundangi Malaysia. Dia yang ekspor untungnya gede-gede, kita tidak bisa," paparnya.

"Tapi kalo bea keluar 0, dua minggu pasti langsung datang menteri Malaysia, help me (minta tolong). Pasti itu, karena kita ada 6 juta ton. Itu siap digelontorkan," tegasnya.



(cfd/dzu)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK