Biaya pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) membengkak dari rencana awal.
Semula proyek ini ditargetkan hanya memakan dana US$5,13 miliar sekitar Rp76,95 triliun (asumsi kurs Rp15 ribu) oleh Pemerintah China pada 2015 silam.
Anggaran itu jauh lebih murah dari penawaran Jepang yang memasang angka investasi di US$6,2 miliar atau setara Rp94,2 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
KCJB yang dibangun kini memiliki mekanisme kepemilikan 60 persen milik Indonesia dan 40 persen milik China.
Kepemilikan itu diwakili oleh konsorsium yang beranggotakan sejumlah BUMN seperti PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) atau PTPN VII.
Namun, dalam perjalanannya biaya awal proyek disepakati US$6,07 miliar yang artinya sebesar Rp91,5 triliun. Tak henti di situ, biaya proyek terus membengkak.
Pada awal 2021, Direktur Keuangan & Manajemen Risiko KAI Salusra Wijaya melaporkan di harapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bahwa kebutuhan investasi proyek tersebut membengkak dari US$6,07 miliar menjadi US$8 miliar atau setara Rp120 triliun.
Meski membengkak, tapi ia menyebut estimasi ini sedikit turun dari perkiraan awal mencapai US$8,6 miliar atau Rp129 triliun. Menurutnya, biaya bengkak karena Indonesia belum menyetor modal awal senilai Rp4,3 triliun.
Selang setahun, berdasarkan perhitungan dan review Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Komite KCJB pada 9 Maret 2022, pembengkakan biaya hanya sebesar US$1,17 miliar atau Rp17,55 triliun.
Hanya berjarak enam bulan, pada September 2022 biaya proyek ini diperkirakan kian membengkak dari US$6,071 miliar menjadi US$7,5 miliar atau sekitar Rp112,5 triliun.
Pembengkakan biaya sebesar US$1,4 miliar atau Rp21,4 triliun itu disebabkan eskalasi harga. Cost overrun tersebut dipenuhi melalui skema 25 persen ekuitas dan 75 persen pinjaman.
Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China Dwiyana menjelaskan pembengkakan biaya paling besar berasal dari eskalasi harga atau adjustment for change in cost sebesar US$401 juta atau mencapai 27,8 persen dari porsi pembengkakan biaya.
Namun, saat itu belum ada keputusan yang diambil terkait cost overrun ini.
Kemudian pada akhir 2022, Komisi VI DPR akhirnya menyetujui penyertaan modal negara (PMN) Rp3,2 triliun untuk KAI. Suntikan dana itu digunakan untuk proyek KCJB.
"Komisi VI DPR menyetujui tambahan penyertaan modal negara 2022 kepada PT KAI sebesar Rp3,2 triliun yang berasal dari cadangan investasi APBN 2022 dalam rangka pemenuhan permodalan porsi Indonesia atas cost overrun proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung," ujar Wakil Ketua Komisi VI DPR Aria Bima dalam rapat dengan Kementerian BUMN, Rabu (23/11).
Lihat Juga : |
Teranyar, Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mengatakan Indonesia dan China sudah menyepakati nominal pembengkakan biaya KCJB sebesar US$1,2 miliar atau sekitar Rp18,24 triliun (asumsi kurs Rp15.200 per dolar AS).
"Kita sepakat dengan angka cost overrun US$1,2 billion (miliar). Ini yang sedang kita rapikan. Jadi memang ada beberapa item yang mereka (China) ingin lakukan kajian terkait pajak, clearing frequency dan sebagainya, tapi sudah sepakat angkanya," ujar Tiko, sapaan akrabnya, dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Selasa (13/2) kemarin.
Tiko menambahkan pembahasan cost overrun akan dibahas ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan komite. Sehingga, diharapkan dalam satu hingga dua minggu ke depan, angka tersebut sudah final.
Artinya, dengan estimasi awal sebesar US$6,07 miliar ditambah dengan kesepakatan cost overrun US$1,2 miliar, kini biaya KCJB mencapai US$7,27 miliar atau Rp110,5 triliun.