Dalam rangka mendukung rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadikan Indonesia sebagai pemimpin pasar kendaraan listrik global, salah satu produsen nikel besar di Indonesia, Harita Group, akan melantai di bursa saham melalui anak perusahaannya, Trimegah Bangun Persada (TBP).
Langkah korporasi ini dinilai dapat menjadi tolak ukur minat investor terhadap sektor tambang nikel yang merupakan bahan baku utama baterai kendaraan listrik.
Sebelumnya, Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna, menyebutkan hingga 10 Maret 2023, terdapat 29 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari 29 calon perusahaan tercatat tersebut, dua perusahaan aset sekala kecil, 13 perusahaan aset skala menengah, dan 14 perusahaan aset skala besar," kata Nyoman beberapa waktu lalu.
Meskipun tidak bisa menyebut nama emiten yang akan melantai, namun dia menyebut terdapat perusahaan yang berkaitan dengan nikel telah ada dalam pipeline IPO BEI.
Dilaporkan oleh Finansial Times, TBP yang memiliki proyek signifikan di Maluku Utara, akan mengadakan road show pada minggu ini dan menargetkan dana segar minimal US$600 juta (Rp9 triliun) sebelum pembukuan pada bulan Maret.
Partner bisnis Harita dalam mengelola nikel di Indonesia telah lebih dulu melaksanakan IPO di bursa Hong Kong. Lygend Resources & Technology sukses mencatatkan sahamnya di bursa Hong Kong dan menempatkan Indonesia pada titik sentral ekspansi masif perusahaan.
Lygend menyatakan bahwa 56,4 persen dana IPO akan dialokasikan untuk pengembangan dan pembangunan proyek produksi nikel di Pulau Obi Indonesia. Selain itu, 24 persen dana IPO akan disisihkan untuk modal tambahan di Contemporary Brunp Lygend (CBL), perusahaan patungan dengan Contemporary Amperex Technology (CATL).
Dalam prospektus IPO, Lygend juga menyebut TBP sebagai partner utama bisnis yang dijalankan di Indonesia yang terutama di bidang pertambangan dan produksi nikel. Salah satu perusahaan patungan mereka, Halmahera Persada Lygend, telah mengoperasikan smelter untuk bahan baku baterai mobil listrik.
Menurut website resmi HPL, smelter ini merupakan pionir di Indonesia dan berlokasi di Kawasan Industri Pulau Obi. Smelter ini juga termasuk dalam Proyek Strategis Nasional dan mulai beroperasi pada 23 Juni 2021.
Nilai investasi smelter ini mencapai Rp15 triliun dan menggunakan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL). Bahan bakunya adalah limonit (kadar nikel <1,5 persen) yang berasal dari tambang milik TBP.
Sebagai pengendali TBP, Harita Group juga memiliki hubungan dengan Lygend melalui Feng Yi Pte Ltd. Feng Yi adalah perusahaan investasi yang didirikan di Singapura pada 14 Juni 2021 dan dimiliki oleh Oakswood Group Ltd., sebuah perusahaan investasi milik Ms. Lim Shu Hua Chery.
Sebagai informasi, industri nikel di Indonesia meningkat pesat setelah larangan ekspor nikel mentah oleh Jokowi untuk mendorong lebih banyak perusahaan smelter membangun pabrik domestik untuk memprosesnya, terutama untuk baterai.
Hal ini membantu meningkatkan nilai ekspor produk nikel negara tersebut menjadi hampir US$30 miliar tahun lalu, lebih dari sepuluh kali lipat nilai satu dekade lalu.
(rir)