Stafsus Menkeu Singgung PPN Terutang Pendopo Mahal Soimah
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo memberi penjelasan soal tudingan pesinden Soimah yang mengaku pernah mendapat perlakuan tidak baik dari petugas pajak.
Salah satu cerita yang ditanggapi berkaitan dengan kedatangan petugas pajak dan debt collector yang mengukur pendopo di rumah Soimah. Prastowo menyebut kedatangan itu merupakan kegiatan yang normal berdasarkan surat tugas.
Ia juga menyinggung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 2 persen atas pendopo senilai Rp4,7 miliar milik Soimah yang belum ditindaklanjuti.
"Dalam laporannya sendiri Soimah menyatakan pendopo itu nilainya Rp5 miliar. Penting dicatat, kesimpulan dan rekomendasi petugas pajak tersebut bahkan belum dilakukan tindak lanjut," kata Prastowo dalam keterangannya, Sabtu (8/4).
"Artinya PPN terutang 2 persen dari Rp4,7 miliar itu sama sekali belum ditagihkan," lanjutnya.
Prastowo mula-mula menjelaskan hasil pengukuran dan pengecekan detail bangunan milik Soimah. Berdasarkan hasil itu, pihaknya memperoleh data Soimah membangun rumah tanpa kontraktor dengan luas di atas 200 meter persegi.
Pengukuran itu juga diklaim melibatkan tenaga profesional sehingga tidak dihitung secara asal-asalan. Hasil pemeriksaan itu menjelaskan nilai bangunan Soimah ditaksir Rp4,7 miliar, sehingga dikenakan PPN 2 persen dari total pengeluaran.
"Petugas pajak bahkan melibatkan penilai profesional agar tak semena-mena. Maka kerjanya pun detail dan lama, tak asal-asalan," ujar Prastowo.
"Hasilnya, nilai bangunan ditaksir Rp4,7 M, bukan Rp50 M seperti diklaim Soimah," lanjutnya.
Keluh kesah Soimah
Respons tersebut muncul setelah Soimah berkeluh kesah dalam siniar Blakasuta bersama Puthut EA dan Butet Kertaradjasa. Ia mengaku kediamannya pernah didatangi petugas pajak bersama dua debt collector.
Mereka disebut datang untuk menagih pajak karena dituding menghindari petugas pajak. Ia pun merasa kerap diperlakukan kurang baik oleh petugas pajak setia kali datang ke rumahnya.
"Kan posisi saya kan sering di Jakarta, nah yang di rumah alamat KTP kan di tempat mertua saya," ujar Soimah seperti dikutip dari detik.com, Jumat (7/4).
"Bapak selalu dapat surat, sampai khawatir karena tidak tahu apa-apa. Akhirnya datang orang pajak bawa debt collector, gebrak meja. Bawa dua debt collector," lanjut Soimah.
Perlakuan kurang baik dari petugas pajak itu pun disebut sudah terjadi sejak 2015. Soimah mengaku merasa diperlakukan seperti koruptor setiap kali berhadapan dengan para petugas.
Sikap tersebut juga terus membekas di ingatan dan disebut menyisakan preseden buruk sebagai wajib pajak. Padahal, dia mengaku selalu membayar dan melaporkan pajak tepat waktu.
"Untuk bayar pajak memang kewajiban kita. Kita sudah tahu, sudah sadar itu. Soimah enggak bakal lari kok, rumahnya jelas bisa dicari," ujar Soimah.
"Bayar pasti bayar. Tapi perlakukanlah dengan baik. Jadi saya itu merasa diperlakukan seperti bajingan, seperti koruptor," keluhnya.
(asa/frl/asa)