Wakil Presiden Ma'ruf Amin membela sawit RI yang dituding merusak hutan hingga memicu pemanasan global. Ia mengatakan kampanye negatif tersebut mulai marak sejak 2006.
Ma'ruf menyebut ketika Indonesia menjadi produsen utama kelapa sawit alias CPO dunia, permintaan produk olahan sawit terus meningkat. Di sisi lain, kampanye negatif mulai bermunculan menyerang Indonesia.
"Argumen utamanya karena dianggap merusak lingkungan, merusak hutan, menyerap banyak air, menyebabkan pemanasan global, merusak lahan gambut, dan minyak yang dihasilkan mengandung lemak," kata Ma'ruf di Istana Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Rabu (12/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan kampanye negatif terhadap kelapa sawit RI perlu diperangi bersama, baik oleh pemerintah hingga pengusaha dan petani kelapa sawit. Selain itu, Ma'ruf memerintahkan seluruh pihak yang berkepentingan menyusun strategi dan melakukan kampanye positif guna menekan isu tersebut.
Wakil Joko Widodo itu berharap Indonesia bisa mengomunikasikan informasi dan kebijakan secara efektif. Menurutnya, Indonesia juga harus bisa membuktikan bahwa upaya pengembangan industri kelapa sawit nasional tetap memperhatikan prinsip keberlanjutan dan ramah lingkungan.
Ia menegaskan instrumen kebijakan untuk mendorong praktik keberlanjutan di industri kelapa sawit telah tersedia, salah satunya Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia alias ISPO.
Menurut Ma'ruf, ISPO bakal menaikkan daya saing sekaligus memperkuat upaya untuk mengakselerasi penurunan emisi karbon dari industri kelapa sawit Indonesia.
"Berdasarkan perhitungan, tutupan kebun sawit nasional seluas 16,38 juta hektare berkontribusi pada penyerapan 2,2 miliar ton CO2 setiap tahun," rinci Ma'ruf.
Selain itu, Ma'ruf menyinggung program biodiesel atau B30 yang diklaim telah mengurangi emisi gas rumah kaca sekitar 29,5 juta ton CO2 di 2022.
Berbekal data tersebut, Ma'ruf menyebut kontribusi kebun sawit nasional cukup besar dalam pengendalian perubahan iklim.
"Jika fakta-fakta tersebut terkomunikasikan dengan baik, maka diharapkan masyarakat internasional khususnya akan lebih memahami, sehingga dapat menekan kampanye negatif terhadap industri kelapa sawit," tandasnya.