Kementerian Perdagangan (Kemendag) tengah meminta pendapat hukum dari Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait utang pengadaan minyak goreng satu harga ke pengusaha ritel sebesar Rp344 miliar.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isyi Karim mengungkapkan utang itu berasal dari selisih harga minyak goreng alias rafaksi dalam program satu harga pada 2022 lalu yang belum dibayar hingga saat ini.
"Begitu sudah keluar pendapat hukumnya, apakah nanti dibayar atau tidak nanti keputusan setelah ada pendapat hukum dari Kejaksaan Agung," ujar Isyi di Kementerian Perdagangan, Jumat (14/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Isyi mengatakan Kemendag meminta pendapat hukum Kejagung agar hati-hati dalam menentukan keputusan. Pasalnya, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang sebelumnya mengatur soal rafaksi tersebut kini sudah dihapus.
Menurutnya, ada beberapa pendapat yang mengatakan jika Permendag itu sudah dihapus maka utang terhadap pengusaha ritel tidak perlu dibayarkan. Maka dari itu, Kemendag meminta pendapat hukum dari Kejagung terkait hal tersebut.
"Ada silang pendapat itu sehingga diputuskanlah nanti minta pendapat hukum dari Kejagung," kata Isyi.
Dalam Permendag Nomor 3 tahun 2022 disebut pengecer wajib melakukan penjualan minyak goreng kemasan kepada konsumen dengan HET Rp14 ribu per liter.
Pasal 7 beleid itu menyebut pelaku usaha akan mendapatkan dana untuk menutupi selisih harga jual dengan harga keekonomian minyak goreng dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Namun, utang belum dibayarkan, Permendag 3/2022 justru digantikan dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022.
Beleid baru itu membatalkan aturan lama soal pembayaran selisih harga yang harusnya ditanggung pemerintah. Sehingga, sampai saat ini pengusaha belum menerima pembayaran utang tersebut.
Atas dasar itu, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengancam akan setop menjual minyak goreng di seluruh ritel anggotanya jika pemerintah tak segera membayar utang tersebut.
Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan pemerintah harusnya membayar utang selisih harga itu 17 hari setelah program berlangsung. Namun, setahun berlalu belum juga dibayarkan.
"Kami bukan mau mengancam, tapi ini cara kami agar didengar. Soal kapannya (setop jual), kami masih koordinasi dulu dengan anggota asosiasi, bila sama sekali tak ada perhatian dari pemerintah kami akan lakukan itu," ujar Roy dalam acara Buka Puasa Bersama, Kamis (13/4) kemarin.