Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kredit perbankan tumbuh 9,93 persen (yoy) menjadi Rp6.445,5 triliun pada Maret 2023.
Pertumbuhan itu turun jika dibandingkan penyaluran kredit pada Februari 2023 lalu yang masih bisa naik 10,64 persen.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyebut pertumbuhan pada Maret ditopang oleh kredit investasi yang tumbuh sebesar 11,40 persen yoy. Sedangkan, kredit modal kerja dan konsumsi masing-masing tumbuh sebesar 9,52 persen dan 9,20 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
"Secara mtm (month to month), kredit perbankan naik 1,10 persen atau naik Rp70,14 triliun," imbuhnya dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (5/5).
Sementara itu, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Maret 2023 tercatat melandai dengan tumbuh 7 persen yoy menjadi Rp8.005,6 triliun, turun jika dibanding pertumbuhan pada Februari 2023 yang mencapai 8,18 persen.
Dian juga menuturkan likuiditas industri perbankan pada Maret 2023 dalam level yang memadai dengan rasio-rasio likuiditas yang terjaga. Tercatat, rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) masing-masing sebesar 128,87 persen dan 28,91 persen.
Menurutnya, angka ini jauh di atas ambang batas ketentuan masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen. Adapun risiko kredit melanjutkan penurunan dengan rasio NPL net perbankan sebesar 0,72 persen dan NPL gross 2,49 persen.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menuturkan pihaknya juga mengantisipasi krisis perbankan di Amerika Serikat (AS) kepada industri perbankan dalam negeri melalui beberapa kebijakan. Ia mengatakan OJK telah meminta bank umum meningkatkan efektivitas tata kelola dan penerapan manajemen risiko secara spesifik.
Seperti, memastikan penerapan manajemen risiko dan tata kelola dalam setiap aktivitas bisnis dan lines of defense bank telah dilakukan dengan baik.
"Khususnya terkait dengan aktivitas pengelolaan portofolio aset produktif dan pendanaan serta memperhatikan risiko konsentrasi yang berpotensi berdampak pada kinerja keuangan bank," imbuh Mahendra.
OJK juga meminta perbankan mengkaji dan mengkinikan recovery plan, dan/atau parameter rencana lainnya secara berkala. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan potensi risiko signifikan yang dihadapi oleh bank, serta mengkomunikasikannya.
Perbankan juga ia minta meningkatkan fungsi maupun peran Asset & Liability Committee dalam melakukan pengelolaan aset dan kewajiban bank. Selain itu, bank juga perlu mengidentifikasi potensi risiko melalui penyusunan skenario stress test yang komprehensif.
Mahendra juga mengatakan pihaknya meminta perbankan melakukan pemantauan terhadap portofolio aset dan liabilitas bank, termasuk risiko konsentrasi pada pinjaman dan pendanaan.
"Dalam hal ini, OJK juga memonitor erat komposisi DPK dan kredit perbankan agar tetap terdiversifikasi dengan baik," kata dia.
Terakhir, OJK meminta perbankan memperkuat penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT).