Harga minyak turun sekitar 1 persen pada Kamis (18/5) setelah data ekonomi AS mendorong dolar mencapai level tertinggi dalam dua bulan.
Mengutip Reuters, Jumat (19/5), hal ini berdasarkan harapan kuat bahwa The Fed bisa kembali menaikkan suku bunga acuan pada Juni besok.
Kontrak berjangka Brent turun US$1,10 atau 1,4 persen menjadi US$75,86 per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun 97 sen atau 1,3 persen menjadi US$71,86.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dolar yang lebih kuat dapat mempengaruhi permintaan minyak dengan membuat bahan bakar tersebut lebih mahal bagi pemegang mata uang lain.
Menurut dua pembuat kebijakan Federal Reserve, inflasi AS tidak tampak mengendur cukup cepat untuk memungkinkan Federal Reserve untuk menghentikan kampanye kenaikan suku bunga.
Berdasarkan pernyataan Presiden Bank Federal Reserve Dallas, Lorie Logan, dan Presiden Federal Reserve St. Louis, James Bullard, terlihat bahwa pandangan kenaikan suku bunga minoritas yang hawkish telah mendapatkan dukungan di Federal Reserve menjelang pertemuan kebijakan berikutnya pada 13-14 Juni.
Suku bunga tinggi meningkatkan biaya pinjaman, yang dapat melambatkan perekonomian dan mengurangi permintaan minyak.
"Berita baik untuk ekonomi sekarang menjadi berita buruk bagi prospek permintaan minyak karena ketahanan ekonomi akan memaksa Federal Reserve untuk membunuh ekonomi," kata Edward Moya, analis pasar senior di perusahaan data dan analitik OANDA.
Kekuatan data ekonomi AS pada April, ditambah optimisme tentang negosiasi batas utang, telah memperkuat harapan pasar akan kenaikan suku bunga lebih lanjut.
Presiden Joe Biden dan anggota Partai Republik teratas di Kongres AS, Kevin McCarthy, pada hari Rabu menegaskan tekad mereka untuk mencapai kesepakatan untuk menaikkan batas utang pemerintah federal sebesar US$31,4 triliun. Pemerintah dapat kehabisan uang untuk membayar tagihan-tagihannya pada awal Juni.
Wakil Presiden AS Kamala Harris dan penasihat ekonomi utama Biden, Lael Brainard, mengatakan bahwa default utang akan menghantarkan perekonomian ke resesi.
Sementara itu, Wakil Presiden Bank Sentral Eropa (ECB), Luis de Guindos, mengatakan bahwa ECB akan terus meningkatkan suku bunga lebih lanjut untuk membawa inflasi kembali ke target jangka menengahnya sebesar 2 persen, meskipun sebagian besar pelonggaran kebijakan telah dilakukan.
Selain itu, tekanan pada harga minyak juga disebabkan oleh penurunan saham blue-chip di China, yang merupakan importir minyak terbesar di dunia, setelah pertumbuhan output industri dan penjualan ritel di negara tersebut di bawah ekspektasi, menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi sedang kehilangan momentum.
Faktor lain yang dapat mengurangi permintaan minyak adalah kebakaran di Salina Cruz refinery di Meksiko yang dimiliki oleh perusahaan minyak negara Meksiko, Pemex. Pekerja dievakuasi, tidak ada yang terluka, dan kebakaran tersebut telah dikendalikan.
Dari sisi pasokan, data Joint Organisations Data Initiative (JODI) mencatatkan ekspor minyak mentah Arab Saudi naik sekitar 1 persen menjadi 7,52 juta barel per hari (bph) pada Maret dibandingkan bulan sebelumnya.
Namun, Kpler dan Petro Logistics, yang juga memantau pengiriman, mengatakan bahwa ekspor Saudi mungkin turun pada Mei karena pemotongan produksi sukarela yang dijanjikan oleh kerajaan dan negara-negara anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) serta sekutunya, kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, mulai berlaku.