Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko memamerkan keberanian Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal energi hijau yang mematok penurunan emisi karbon 29 hingga 41 persen.
Sebelumnya, Jokowi berulang kali mengatakan penurunan emisi karbon 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dibantu dukungan internasional. Bahkan, target tersebut digenjot saat Jokowi menghadiri KTT G7 pada 20-21 Mei di Hiroshima, Jepang.
Moeldoko mengatakan aksi RI 1 itu yang cukup berani mematok target penurunan emisi karbon itu pun dipuji Bank Dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan Indonesia butuh dana sangat besar untuk menuntaskan permasalahan energi hijau dan pencemaran lingkungan. Tak tanggung-tanggung, Moeldoko merinci angka yang dibutuhkan RI menembus Rp3.799 triliun.
"Presiden Jokowi kemarin mengikuti G7 di Hiroshima, beliau meningkatkan target itu yang tadinya 29 persen menjadi 31,89 persen upaya sendiri dan 41 persen ke 43,25 persen dengan dukungan internasional. Ini sungguh luar biasa, Presiden memiliki target yang clear dan berani," tegasnya dalam Green Economic Forum CNBC di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat, Senin (22/5).
Selain itu, ia menyebut Indonesia punya target membangun 30 ribu hektare kawasan industri hijau. Target ini diharapkan bisa tercapai pada 2040, di mana bisa menghasilkan tenaga listrik hingga 9.000 mega watt (MW).
Berdasarkan upaya-upaya tersebut, Moeldoko menegaskan Indonesia sudah mencapai sekitar 23 persen menuju penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT). Ia pun menyebut Kantor KSP baru-baru ini menerima Director Country Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste yang mengapresiasi langkah Jokowi tersebut.
Lihat Juga :![]() Info Harga Pangan Harga Pangan Masih Tinggi, Telur Bertahan di Rp31 Ribuan per Kg |
"Ada hal menarik, ini statement baik (dari Bank Dunia), tren pertumbuhan ke depan sangat ditentukan oleh green economy. Jadi pertumbuhan ekonomi sebuah negara sangat ditentukan pemerintah itu dalam green economy, dinyatakan Indonesia sudah on the track. Ini sangat menarik," ungkap Moeldoko.
Menurutnya, salah satu upaya mencapai ekonomi hijau adalah menggalakkan kendaraan listrik. Namun, ia heran mengapa program subsidi alias insentif Rp7 juta per unit untuk motor listrik baru sepi peminat.
Ia menuturkan saat ini baru terjual 108 unit motor listrik subsidi dari target 200 ribu unit per 2023, di mana ada tiga kendala utama.
Pertama, masyarakat belum banyak yang tahu soal program subsidi karena peraturan terkait baru dibentuk.
Kedua, aplikasi Sisapira untuk proses pembelian motor listrik subsidi diklaim belum tersosialisasi dengan baik. Dengan begitu, Moeldoko menyebut masyarakat belum bisa bagaimana cara mendapatkan insentif Rp7 juta tersebut.
"Ketiga, sepertinya ini belum menjadi konsumsi publik. Kita belum membicarakan ini (subsidi kendaraan listrik) di mana-mana, sehingga masih pada bingung, menunggu, wait and see semuanya," tegasnya.
Sementara itu, Moeldoko menegaskan pemerintah belum akan memberikan insentif untuk bus listrik. Pasalnya, bus listrik yang ada belum memenuhi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
"Insentif untuk bus belom ya. Memang rencananya ada 5 persen apabila kendaraan TKDN sekian persen, tapi belum diatur dengan clear ya. Memang TKDN untuk bus ini belom besar ya, tapi kalau nanti baterainya bisa diproduksi di sini (Indonesia) akan cepat," tutupnya.